Kisah Bunda Melahirkan Di Usia 50 Th Usai Didiagnosis Diabetes Tipe 2 Dan Hipertensi Kronis

Sedang Trending 5 hari yang lalu

Jakarta -

Menjalani kehamilan pertama di usia 50 tahun bukan perihal nan mudah bagi Kishori (nama samaran). Ia mesti berjuang mempertahankan kehamilannya usai didiagnosis jenis 2, Bunda.

Seperti diketahui, mendapatkan kehamilan di usia 50 tahun adalah sesuatu nan terbilang jarang. Bahkan dengan teknologi seperti bayi tabung, tingkat keberhasilan untuk mengandung pada wanita berumur sekitar 50 tahun di bawah 10 persen. Angka itu jauh jika dibandingkan wanita usia di bawah 35 tahun, ialah 70 hingga 80 persen.

Selain itu, kehamilan di usia 'tua' juga lebih berisiko mengalami komplikasi. Mereka nan mengandung di usia 50 tahun bisa berisiko mengalami keguguran, glukosuria gestasional, preeklamsia, persalinan prematur, hingga masalah pertumbuhan janin.

Kishori tampaknya tak mau terlalu memikirkan semua akibat tersebut. Dilansir Healthcare Radius, Kishori memutuskan untuk menjalani program bayi tabung dan memulai perawatan antenatal sejak trimester pertama di bawah pengawasan master ahli obstetri dan ginekologi di Milann Fertility Hospital, Bengaluru, Dr. Varini N.

Mengidap beberapa kondisi medis sebelum dan saat hamil

Kehamilan Kishori termasuk rumit lantaran dia mempunyai sekumpulan kondisi media nan sudah ada sebelumnya. Ia telah hidup dengan glukosuria jenis 2 selama lebih dari satu dasawarsa dan sudah menjalani terapi insulin.

Pada tahun 2018, Kishori didiagnosis hipertensi kronis nan dapat menimbulkan ancaman bagi dirinya dan bayi dalam kandungan. Tak hanya itu, Indeks Massa Tubuh (IMT) Kishori juga menempatkannya dalam golongan obesitas.

Pada bulan kelima kehamilan, Kishori didiagnosis menderita hipotiroidisme gestasional, ialah suatu kondisi nan dapat memengaruhi perkembangan janin dan kesehatan ibu jika tidak segera ditangani.

Masing-masing kondisi medis tersebut dapat mempersulit kehamilan. Namun jika digabungkan, maka semuanya memerlukan perawatan nan sangat ekstra dan teliti dari tim medis.

Selama hamil, master secara unik menyusun protokol untuk Kishori. Ia disarankan untuk memantau kadar gula darahnya enam kali sehari, dan tekanan darah dua kali sehari. Dosis insulinnya juga disesuaikan secara rutin di bawah pengarahan tim multidisiplin nan terdiri dari mahir diabetes, mahir gizi, dan master kandungan.

Sejak usia kehamilan 27 minggu, Kishori juga mulai mengalami kekhawatiran dan depresi. Dukungan kesehatan mental dia dapatkan dan dimulai berbarengan dengan pemantauan bentuk nan berkepanjangan oleh tim medis.

Menjalani perawatan unik dari tim medis

Kishori menjalani diet unik dan disarankan untuk tidak menambah berat badan lebih dari 7 hingga 8 kg selama masa kehamilan. Hal itu dilakukan untuk meminimalkan komplikasi mengenai berat badan berlebih, Bunda. Selain itu, Kishori juga menjalani pemindaian dan tes darah nan rutin untuk memastikan pertumbuhan bayi tetap normal.

"Kami berfokus pada penambahan berat badan nan lambat dan stabil untuk menghindari komplikasi seperti makrosomia (ukuran janin berlebih) alias polihidramnion (kelebihan cairan ketuban)," kata Varini.

Proses persalinan nan penuh tantangan

Menurut dokter, tantangan terbesar nan dihadapi Kishori sebenarnya adalah proses persainan. Akibat aspek usia dan riwayat kesehatan, dia berisiko mengalami pembekuan darah nan bisa berakibat selama dan setelah operasi.

Untuk mengurangi akibat tersebut, dia mendapatkan pengencer darah setiap hari. Namun, perihal tersebut jutsru dapat menimbulkan komplikasi lain, ialah akibat perdarahan berlebih selama operasi akibat penurunan keahlian pembekuan darah.

Guna mencegah komplikasi itu, pemberian obat pengencer darah dihentikan 24 jam sebelum operasi. Obat kembali diberikan ke Kishori pada 12 jam setelahnya. Selama prosedur, plasma kaku segar diberikan untuk mendukung pembekuan darah, dan master bedah menggunakan jahitan tambahan untuk mengurangi akibat perdarahan internal.

Kishori dirawat di rumah sakit pada usia kehamilan 37 minggu 4 hari untuk dijadwalkan menjalani operasi caesar elektif, Bunda. Operasi tetap bisa berisiko menimbulkan komplikasi lantaran plasentanya terletak rendah dan melekat secara tidak normal.

Syukurnya, komplikasi nan tak diinginkan tidak terjadi lantaran plasenta tersebut dapat dikeluarkan dengan aman. Kishori sempat kehilangan banyak darah selama persalinan, namun perihal tersebut juga sukses ditangani dengan transfusi darah usai melahirkan.

Kishori pun dapat melahirkan anak pertamanya setelah berjuang melawan beberapa kemungkinan komplikasi. Secara khusus, dia mengucapkan terima kasih kepada tim master nan sudah membantunya, Bunda.

"Di usia 50 tahun, saya tidak percaya apakah tetap bisa menjadi ibu. Namun, berkah perawatan nan saya terima di Milan, keraguan itu perlahan memudar. Dokter Varini tidak hanya membimbing saya secara medis, beliau juga memberi saya kepercayaan untuk melalui perjalanan ini. Setiap langkah ditangani dengan kesabaran dan ketelitian. Hari ini, ketika saya memandang bayi saya, rasanya semua nan saya harapkan akhirnya menjadi kenyataan," ungkap Kishori.

Demikian kisah perjuangan Bunda melahirkan di usia 50 tahun dengan beberapa kondisi medis nan rumit.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/rap)

Selengkapnya