Anak Sering Gigit Kuku Tanda Alami Kecemasan? Ini Penjelasan Psikolog

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Jakarta -

Bunda, pernahkah memperhatikan Si Kecil menggigit kukunya saat sedang gelisah? Ternyata, itu bukan sekadar kebiasaan sepele, tapi bisa jadi sinyal bahwa anak sedang mengalami kecemasan.

Menurut Psikolog Klinis Anak RS Siloam Sriwijaya, Devi Delia, M.Psi., Psikolog dalam sesi live IG berbareng Haibunda, perilaku seperti menggigit kuku bisa muncul saat anak belum bisa mengungkapkan emosinya. Si Kecil pun mencari kenyamanan lewat langkah nan mudah bagi mereka.

Ketika anak menggigit kuku, menggigit kulit, alias apalagi menarik rambutnya, bisa jadi itu langkah mereka mengelola rasa takut alias tegang. Hal-hal mini ini patut Bunda waspadai sebagai corak komunikasi nonverbal dari anak.

"Sekilas bisa ketahuan anak itu mengalami kecemasan. Suka gigit-gigit kerudung, gigit kuku, gigit kulit," ujar Devi dalam sesi live IG berbareng Haibunda.

Gigit kuku bisa jadi sinyal emosionalnya

Perilaku seperti menggigit kuku mungkin terlihat sepele, tapi bisa jadi tanda bahwa Si Kecil tengah mengalami tekanan emosional. Hal ini krusial untuk dikenali sejak awal agar tidak berkembang menjadi masalah nan lebih besar.

Anak belum mempunyai keahlian penuh untuk mengungkapkan rasa resah seperti orang dewasa. Oleh krena itu, mereka menyalurkan perasaannya lewat kebiasaan bentuk nan sering kali tidak disadari.

Coba amati perubahan mini pada kebiasaan anak, terutama saat menghadapi situasi baru alias tekanan di sekolah. Hal-hal sederhana ini bisa menjadi corak komunikasi tak bersuara dari anak.

Jika dibiarkan, perilaku tersebut bisa menjadi kebiasaan jangka panjang nan mengganggu. Maka dari itu, krusial bagi Bunda untuk peka dan mulai membangun komunikasi nan hangat dengan anak.

Mengapa anak bisa mengalami kecemasan?

Anak-anak nan selalu dimudahkan dalam segala perihal bisa saja kehilangan kesempatannya dalam belajar menghadapi tantangan. Jika semua masalah langsung diselesaikan orang tua, anak jadi tidak terbiasa menyelesaikannya sendiri.

Kebiasaan ini membikin daya tahan mental anak tidak terlatih sejak dini. Akibatnya, mereka lebih mudah resah saat berhadapan dengan tekanan di luar rumah.

Kondisi bisa semakin memburuk jika anak tidak diberi ruang untuk menyuarakan perasaannya. Mereka akhirnya menyimpan emosi sendiri tanpa tahu langkah mengelolanya.

Cara membantu anak mengenali dan mengelola emosi

Menurut Psikolog Devi Delia, anak perlu dibantu orang tua untuk mengenali dan mengelola emosinya. Jika tidak, emosi nan terpendam bisa muncul lewat perilaku bentuk seperti menggigit kuku.

Berikut langkah membantu anak mengenali dan mengelola emosinya:

1. Jangan langsung dimarahi

Jika Bunda memandang anak menggigit kuku, menarik kerudung, alias melakukan kebiasaan serupa, jangan langsung memarahinya. Respons keras justru bisa membikin anak merasa disalahkan dan semakin tertekan.

Anak nan ditegur tanpa pemahaman bakal condong menutup diri. Hal ini dapat membikin Bunda kehilangan kesempatan untuk mengetahui apa nan sebenarnya sedang dirasakan oleh anak.

Cobalah dekati anak dengan tenang dan penuh empati. Pelukan hangat bisa menjadi sinyal bahwa Bunda hadir, siap mendengarkan, dan anak tidak sendiri.

2. Validasi emosi anak

Langkah awal nan krusial adalah memvalidasi emosi anak, bukan langsung konsentrasi pada perilakunya. Anak perlu tahu bahwa apa nan dia rasakan itu wajar dan boleh dirasakan.

Jika perasaannya diterima, anak bakal lebih terbuka dan tidak merasa dihakimi. Hal ini membantunya merasa kondusif untuk berbagi apa nan sedang dialaminya.

Bunda bisa mengucapkan kalimat sederhana seperti, "Bunda ngerti Anda lagi enggak nyaman, ya?" sembari menatap matanya dengan lembut. Sentuhan empati seperti ini bisa membikin anak merasa dimengerti dan lebih tenang.

3. Ajak anak mengenali emosinya

Setelah anak terlihat lebih tenang, Bunda bisa mulai mengajaknya mengenali apa nan sebenarnya dia rasakan. Jangan memaksa, tapi bantu anak menyadari bahwa tindakannya muncul lantaran ada emosi tertentu di baliknya.

Dengan pendekatan nan lembut, anak bakal lebih mudah membuka diri. Ini juga menjadi kesempatan bagi Bunda untuk membimbing anak mengenal bumi emosinya sendiri.

Gunakan kata-kata sederhana seperti, "Kamu sedih, ya?" alias "Kamu takut?" agar anak terbiasa menyebut emosinya. Langkah ini krusial untuk membangun kesadaran emosional sejak dini.

4. Ajarkan langkah tenang nan positif

Bunda bisa mulai mengajarkan cara-cara sederhana untuk menenangkan diri saat anak merasa cemas. Ajak anak menggambar, membaca kitab bersama, alias melakukan latihan napas dalam secara perlahan.

Aktivitas-aktivitas ini membantu anak mengalihkan emosinya ke perihal nan lebih positif. Selain itu, anak jadi belajar bahwa ada banyak langkah sehat untuk mengelola emosi tidak nyaman.

Teknik pernapasan, pelukan hangat, alias rutinitas angan sebelum tidur juga bisa jadi pilihan. Selain menenangkan, kebiasaan ini bisa mempererat ikatan emosional antara Bunda dan anak.

Nah, kekhawatiran pada anak memang sering kali muncul lewat beragam kebiasaan mini nan tidak disadari. Dengan kepekaan dan pendekatan nan penuh empati, Bunda bisa membantu anak mengenali emosinya dan tumbuh lebih kuat secara mental.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

Selengkapnya