Jakarta -
Bermain adalah bumi anak-anak. Namun, tahukah Bunda bahwa ada tahapan anak bermain sesuai usianya? Beda tahap, beda pula manfaatnya bagi tumbuh kembang Si Kecil.
Dalam beragam jenis permainan, anak-anak dapat melatih keahlian sosial, kognitif, fisik, dan emosional nan penting. Termasuk juga saat mereka sedang membangun menara balok, menggulirkan bola, alias bermain boneka, bermain mengajarkan anak-anak tentang banyak hal.
Mulai dari langkah memecahkan masalah, sebab-akibat, berpikir kreatif, komunikasi, dan propriosepsi (kesadaran tubuh dalam ruang). Selain itu, bermain juga mendorong perkembangan keahlian motorik lembut dan kasar.
"Bermain adalah langkah anak-anak memahami dunia. Melalui bermain, anak memerankan kembali situasi sosial dan mengambil peran serta perspektif pandang nan berbeda," ungkap master perkembangan anak, Lauren Starnes, EdD, seperti dikutip dari Parents.
Bermain juga membantu anak untuk:
- Membangun kepercayaan diri
- Memahami lebih banyak tentang bumi sekitar
- Mengembangkan keahlian sosial, bahasa, dan komunikasi
- Belajar tentang peduli terhadap orang lain dan lingkungan
- Mengembangkan keahlian fisik
Tahapan anak bermain sesuai usia
Anak-anak bakal mengalami beragam jenis tahap bermain seiring pertumbuhan mereka. Termasuk di dalamnya ada enam tahapan bermain nan diuraikan oleh sosiolog Mildred Parten, dalam jurnal Child and Family Development:
- Unoccupied play (usia 0–3 bulan)
- Solitary play (usia 0–2 tahun)
- Onlooker play (usia 2 tahun)
- Parallel play (usia 2+ tahun)
- Associative play (usia 3–4 tahun)
- Cooperative play (usia 4+ tahun)
Menurut penelitian Parten, anak-anak melewati enam tahapan ini sebelum mereka berumur 5 tahun. Setelah menguasainya, mereka bakal mencoba corak permainan lainnya, seperti permainan kompetitif, bermain peran, dan lainnya.
Jenis tahapan bermain pada anak
Dikutip dari Raising Children, seiring pertumbuhan anak, rentang perhatian dan keahlian fisiknya berkembang. Hal ini juga turut memengaruhi perkembangan dan langkah mereka bermain.
Anak bakal semakin imajinatif dan bereksperimen lebih banyak dengan mainan. Dengan kata lain, mereka mungkin sudah memerlukan lebih banyak ruang dan waktu untuk bermain juga.
Berikut uraian tentang tahapan anak bermain sesuai usia dan faedah untuk tumbuh kembangnya:
1. Unoccupied play
Bayi baru lahir usia 1 hingga 3 bulan bakal terlibat dalam permainan tidak terarah (unoccupied play). Hal ini dapat dianggap sebagai upaya pertama mereka untuk belajar tentang dunia.
Mereka bakal mengawasi lingkungan sekitar dan melakukan aktivitas tubuh secara random lantaran rasa mau tahu. Meskipun tidak terlihat seperti bermain pada umumnya, unoccupied play menjadi dasar krusial bagi perkembangan selanjutnya.
Bunda tetap bisa membantu anak bereksplorasi di tahap bermain ini dengan cara:
- Meletakkan bayi di atas dasar bermain
- Menunjukkan gambar-gambar berwarna
- Bermain dengan mainan di hadapan anak
- Sering berbincang dengan anak
2. Solitary play
Ilustrasi/Foto: Getty Images/M-image
Dari sejak lahir hingga sekitar usia 2 tahun, anak-anak belum memperhatikan kawan bermain di sekeliling. Mereka lebih suka bermain secara mandiri.
Menurut studi dalam British Journal of Developmental Psychology, dengan bermain sendiri anak-anak belajar tentang lingkungan, membangun rasa percaya diri dan kemandirian, melatih kreativitas, memahami sebab-akibat, dan mengasah keahlian motorik.
Bunda dapat mendorong permainan berdikari dengan:
- Memberikan beragam jenis mainan, dari mainan sorong hingga boneka
- Sering mengganti mainan di area bermain
- Menyediakan banyak kitab bergambar warna-warni
- Membiarkan mereka bermain dengan mainan sesuai kemauan (selama tetap aman)
3. Onlooker play
Sekitar usia 2 tahun, balita mulai melakukan onlooker play, ialah mengawasi anak lain bermain tanpa ikut serta namalain menjadi 'penonton'.
Meski terlihat seperti tak bermanfaat, corak permainan dapat membantu anak membangun kepercayaan diri untuk mulai ikut bermain. Mereka juga belajar langkah bermain dan berinteraksi.
Latih anak di tahap onlooker play dengan cara:
- Membiarkan anak mengawasi bumi sekitarnya
- Mendorong kerabat kandung nan lebih tua (jika ada) untuk membiarkan adik mengawasi saat bermain
4. Parallel play
Ilustrasi Anak Main Balok/Foto: Getty Images/iStockPhoto
Pernah Bunda memandang ada sekelompok balita bermain berdampingan tetapi tidak berinteraksi? Nah, itu disebut sebagai parallel play.
Anak-anak mungkin menggunakan mainan nan sama dan meniru, tetapi tidak berinteraksi langsung satu sama lain. Parallel play umum terjadi pada anak usia 2–3 tahun dan menunjukkan bahwa anak nyaris siap untuk berinteraksi sosial.
Beberapa aktivitas untuk melatih fase parallel play yaitu:
- Menyediakan cukup mainan dan aktivitas (seperti boneka, balok, kitab stiker, pasir, playdough) untuk dua anak alias lebih
- Menyediakan beberapa mainan nan sama untuk menghindari konflik
- Tidak memaksa anak untuk berinteraksi jika belum mau
5. Associative play
Sekitar usia 3 alias 4 tahun, anak-anak baru bakal mulai tertarik dengan aktivitas orang lain. Mereka mulai berinteraksi dengan kawan bermain, meskipun tetap melakukan hal-hal secara individual.
Misalnya, anak mungkin menggambar di kertas nan sama tanpa mengomentari gambar satu sama lain, alias berganti busana saat bermain peran.
Bunda dapat mendorong associative play dengan:
- Sering menempatkan anak dalam lingkungan sosial berbareng kawan sebaya (seperti daycare, prasekolah, dan playdate)
Terus menyediakan mainan dan aktivitas menarik nan sesuai usia
6. Cooperative play
Ilustrasi anak main bersama/ Foto: Getty Images/Galina Zhigalova
Cooperative play terjadi saat anak betul-betul mulai bermain bersama. Biasanya dimulai sekitar usia 4 alias 5 tahun.
Dalam fase bermain ini, anak bakal melatih keahlian nan sudah dipelajari, seperti komunikasi verbal, kerja tim, dan berbagi. Mereka juga bakal mempelajari hal-hal baru seperti melakukan baik pada teman, empati, dan kompromi.
Melalui cooperative play, anak bekerja sama untuk mencapai satu tujuan. Misalnya membangun menara balok bersama, nan krusial untuk perkembangan sosial dan emosional.
Kegiatan untuk mendorong cooperative play termasuk dengan:
- Mencontohkan permainan kooperatif (seperti bergantian dan berbagi) dalam aktivitas keluarga
- Memperbanyak aktivitas nan memerlukan kerja sama, seperti merapikan mainan bersama
Biarkan Si Kecil bermain sesuai tahapan ini, jangan terlalu memaksakan ya, Bunda.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)