Ilmuwan Jepang Temukan Cara Menghilangkan Kromosom Yang Sebabkan Down Syndrome

Sedang Trending 4 hari yang lalu

Jakarta -

Sebuah terobosan ilmiah kembali datang dari Jepang dan kali ini menyentuh salah satu kondisi genetik paling dikenal di dunia, ialah down syndrome. Para peneliti sukses melakukan sesuatu nan sebelumnya hanya ada di ranah teori.

Melalui teknologi penyuntingan gen Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR), intelektual dari Universitas Mie Jepang menghapus kromosom ekstra nan menjadi penyebab sindrom ini. Pendekatan ini tentunya tak hanya untuk menambal masalah, melainkan langsung menyasar ke akarnya.

Langkah ini memberikan angan baru bagi banyak family nan selama ini hanya bisa mengandalkan terapi suportif. Jika terus berkembang, teknologi ini bisa mengubah langkah bumi memandang dan menangani down syndrome.

Dikutip dari laman New York Post, teknologi ini bekerja dengan memanfaatkan CRISPR-Cas9. Sistem penyuntingan gen berbasis enzim nan bisa mengenali dan memotong bagian tertentu dari DNA.

Teknologi ajaib ini bisa "Menghapus" kromosom tambahan

Teknologi Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats alias CRISPR-Cas9 kembali membuktikan keajaibannya dalam bumi medis. Sistem pengedit gen ini bekerja dengan presisi tinggi, memotong untaian DNA tepat di titik nan diinginkan.

Ryotaro Hashizume dan tim dari Universitas Mie mengembangkan metode allele-specific editing. Teknik ini secara unik menargetkan kromosom 21 tambahan pada pasien sindrom Down.

Penelitian ini membuktikan bahwa, alih-alih hanya memperbaiki kerusakan kecil, CRISPR dapat menghilangkan seluruh kromosom.

Setelah kromosom ekstra dihapus, sel-sel nan tumbuh di laboratorium menunjukkan pola ekspresi gen nan lebih seimbang. Gen perkembangan sistem saraf menjadi lebih aktif, sementara gen metabolisme menunjukkan penurunan aktivitas.

Lebih mencengangkan lagi, CRISPR juga sukses menghapus kromosom ekstra dari fibroblas kulit pasien sindrom Down. Sel-sel nan telah dikoreksi ini terbukti tumbuh lebih sigap dan membelah diri lebih efisien dibandingkan sel tanpa pengeditan.

Para peneliti meyakini, bahwa teknologi ini bukan hanya untuk memberikan perbaikan fungsional. Namun, juga bisa membuka jalan bagi terapi jangka panjang nan menyasar akar masalah genetiknya.

Dalam makalah ilmiah nan diterbitkan di PNAS Nexus, para peneliti menyatakan bakal terus mengevaluasi akibat dari perubahan DNA serta menilai gimana sel hasil penyuntingan ini bekerja dari waktu ke waktu. Mereka mau betul-betul menarget kelebihan genetik penyebab down syndrome.

Salah satu tantangan besar nan tetap dihadapi adalah menghindari pengaruh samping pada kromosom sehat. Meskipun CRISPR sangat presisi, tetap ada akibat enzim "tersasar" dan memengaruhi bagian DNA lain.

Namun secara keseluruhan, potensi dari teknologi ini susah diabaikan. Dengan satu alat, para intelektual sekarang dapat menghapus akar genetik dari sebuah kondisi nan selama ini hanya bisa ditangani secara suportif.

Dampak kesehatan down syndrome nan mau ditekan lewat terapi genetik

Orang dengan down syndrome sering kali menghadapi beragam tantangan medis seumur hidupnya. Selain keterlambatan perkembangan dan disabilitas intelektual, mereka juga lebih rentan terhadap beragam gangguan fisik.

Sekitar 50 persen lahir dengan kelainan jantung bawaan, terutama lubang di tengah jantung alias atrioventricular septal defect. Masalah pencernaan, gangguan kekebalan tubuh, serta kesulitan makan dan tidur juga umum terjadi.

Selain itu, mereka mempunyai akibat lebih tinggi mengalami sleep apnea, kejang, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta masalah gigi dan tulang belakang. Kondisi tiroid nan tidak stabil pun kerap muncul sejak usia dini.

Melalui pendekatan seperti CRISPR ini, para intelektual berambisi bisa menekan dampak-dampak medis ini sejak level genetik. Jika penyebab genetiknya sukses dihapus, kualitas hidup penderita bisa jadi jauh lebih baik di masa depan.

Muncul kontroversi

Inovasi genetika seperti CRISPR ini memicu perbincangan hangat di beragam bagian dunia. Isu ini bukan hanya soal kemajuan dari teknologi, tapi juga tentang nilai-nilai kemanusiaan nan mendasarinya.

Meski terdengar revolusioner, langkah menuju penghapusan down syndrome secara genetik tidak lepas dari kontroversi. Perdebatan etika mencuat, ialah apakah bumi betul-betul siap, secara moral dan sosial, untuk "menghapus" suatu kondisi genetik nan selama ini membentuk identitas seseorang?

Islandia pun pernah menjadi sorotan bumi lantaran kebijakan dan respons masyarakat terhadap hasil skrining prenatal. Hampir seluruh populasi di sana memilih melakukan aborsi saat diketahui adanya akibat down syndrome.

"Ketika kita mulai mendengarkan apa nan dikatakan oleh orang dengan sindrom Down sendiri tentang perihal ini...mereka merasa terganggu...dan kita mendengar cerita serupa dari family mereka," ujar master dan guru besar etika terapan dari Universitas Islandia kepada ABC News Australia, Astriour Stefansdottir.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang inklusi, keberagaman, dan kewenangan hidup. Namun, di sisi lain, teknologi CRISPR juga membuka kesempatan bagi family nan mau mencegah tantangan medis berat nan sering terjadi pada down syndrome.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

Selengkapnya