Jakarta -
Produksi ASI nan melimpah tentu jadi angan banyak ibu menyusui. Namun, gimana jika jumlahnya justru berlebihan hingga membikin Bunda tidak nyaman? Situasi ini bisa menimbulkan masalah baru, terutama jika tidak segera ditangani dengan tepat.
Sebagian ibu mungkin mengira ini pertanda baik, tapi sebenarnya produksi ASI berlebih alias hiperlaktasi dapat menimbulkan keluhan seperti tetek bengkak, rembesan nan tak terkendali, hingga Si Kecil tersedak saat menyusu. Kondisi ini juga bisa berakibat pada kenyamanan bentuk dan emosional Bunda.
Nah, agar masa menyusui tetap nyaman dan melangkah lancar, yuk, kenali langkah apa saja nan bisa dilakukan untuk membantu mengatasi produksi ASI nan berlebihan. Simak penjelasannya berikut ini, ya, Bunda!
Penyebab hiperlaktasi
Pada minggu-minggu awal menyusui, wajar jika tetek Bunda memproduksi ASI dalam jumlah banyak. Ini lantaran tubuh tetap beradaptasi dan belum tahu persis seberapa banyak ASI nan dibutuhkan Si Kecil. Namun, jika produksi ASI terus berlebihan hingga melewati masa penyesuaian, bisa jadi Bunda mengalami hiperlaktasi alias kelebihan produksi ASI.
Kondisi ini bisa menimbulkan beragam ketidaknyamanan, baik bagi Bunda maupun bayi, seperti tetek terasa nyeri hingga bayi tersedak saat menyusu. Nah, untuk membantu Bunda memahami lebih jauh, beberapa penyebab nan bisa memicu hiperlaktasi, seperti dijelaskan oleh laman Parenting First Cry.
1. Terlalu sering memompa ASI
Kebiasaan memompa ASI terlalu sering, baik sebelum maupun setelah menyusui, alias saat Bunda sedang jauh dari bayi, dapat mengirim sinyal ke tubuh untuk terus memproduksi lebih banyak susu hingga melampaui kebutuhan bayi. Ini bisa memicu siklus kelebihan produksi nan susah dikendalikan.
2. Sering berganti sisi menyusui
Terlalu sigap alias sering beranjak dari satu tetek ke tetek lainnya saat menyusui juga dapat mendorong tubuh untuk memproduksi ASI lebih banyak dari nan diperlukan. Padahal, Bunda semestinya membiarkan Si Kecil menyusu hingga tetek terasa cukup kosong sebelum beranjak sisi.
3. Pengaruh hormon nan tidak seimbang
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh keseimbangan hormon dalam tubuh. Dalam beberapa kasus, ketidakseimbangan hormon, baik nan terjadi secara alami maupun akibat konsumsi obat tertentu, bisa memicu produksi ASI berlebihan. Salah satunya disebabkan oleh kelenjar hipofisis nan mengeluarkan hormon secara berlebihan sehingga menyebabkan hiperlaktasi.
4. Permintaan ASI nan tidak konsisten
Proses menyusui mengikuti prinsip supply and demand, Bunda. Jika Bunda kerap memompa ASI lampau memberikannya lewat botol di malam hari alias saat bekerja, tubuh bisa salah memahami sinyal kebutuhan. Akibatnya, tubuh mengira permintaan meningkat dan otomatis memproduksi ASI lebih banyak dari nan dibutuhkan bayi.
5. Jumlah kelenjar alveoli nan lebih banyak
Kelenjar alveoli berkedudukan krusial dalam memproduksi dan menyimpan ASI sebelum dikeluarkan lewat puting. Rata-rata, ibu menyusui mempunyai sekitar 100 ribu kelenjar ini. Namun pada kasus hiperlaktasi, jumlahnya bisa jauh lebih banyak, apalagi hingga 300 ribu. Hal inilah nan menyebabkan ASI diproduksi secara berlebihan.
6. Konsumsi suplemen pelancar ASI nan berlebihan
Mengonsumsi suplemen pelancar ASI memang bisa membantu saat produksi susu terasa kurang. Namun, jika penggunaannya terlalu sering dan tanpa pengawasan, justru bisa berakibat sebaliknya, lho. Tubuh Bunda bisa kebingungan dan akhirnya memproduksi ASI berlebihan, padahal sebenarnya tidak dibutuhkan.
Ciri bayi cukup ASI/ Foto: Mia Kurnia Sari
Sampai berapa bulan hiperlaktasi?
Lama waktu hiperlaktasi alias ASI rembes ini rupanya berbeda-beda pada setiap ibu. Sebagian besar Bunda mengalaminya selama beberapa minggu pertama menyusui. Umumnya, kondisi ini mulai mereda pada minggu ke-6 hingga ke-10, saat tubuh mulai menyesuaikan jumlah ASI dengan kebutuhan Si Kecil.
"Kebanyakan wanita menyadari bahwa kebocoran ASI bakal berakhir ketika bayi mereka sudah terbiasa menyusu, biasanya dalam 6 sampai 10 minggu pertama. Setelah produksi ASI selaras dengan waktu bayi mau makan, tetek umumnya tidak bakal rembes lagi," jelas Julie Hawksley, R.N., IBCLC, konsultan laktasi, kepada Baby Center.
Namun, Bunda tidak perlu cemas jika ASI tetap sesekali rembes setelah melewati masa tersebut. Faktanya, ada juga ibu nan tetap mengalami kebocoran selama masa menyusui, apalagi hingga proses menyapih.
Hal ini disampaikan oleh Meredith Shur, MD, master ahli obstetri dan ginekologi, dalam laman Very Well Family. Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa kasus di mana ibu baru mengalami kebocoran ASI nan terus bersambung sepanjang masa menyusui hingga penyapihan.
"Bahkan ASI bisa terus rembes hingga tiga minggu setelah anak berakhir menyusu, dan ini tetap tergolong normal," ungkapnya.
Meski begitu, Bunda tetap perlu waspada. Jika ASI tetap terus bocor lebih dari tiga bulan setelah proses menyapih selesai sepenuhnya, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter, ya. Bisa jadi ada kondisi lain nan perlu ditangani secara medis.
Ciri-ciri produksi ASI berlebihan
Kalau Bunda mengalami hiperlaktasi, biasanya bakal muncul tanda-tanda tertentu, baik pada tubuh Bunda sendiri maupun pada Si Kecil saat menyusu. Yuk, kenali gejalanya berikut ini agar bisa ditangani dengan tepat dan cepat, Bunda.
Tanda hiperlaktasi pada Bunda
- Payudara terasa penuh dan tidak nyaman, apalagi setelah menyusui
- ASI terus-menerus merembes alias menetes di antara waktu menyusui
- Puting terasa nyeri alias sakit
- Bayi kesulitan melekat dengan baik lantaran aliran ASI terlalu deras
- ASI menyemprot saat bayi tiba-tiba melepaskan payudara
- Sering mengalami saluran susu tersumbat alias mastitis
- Terasa nyeri menusuk jauh di dalam payudara, bukan hanya di permukaan
Tanda hiperlaktasi pada Bayi
- Sering batuk alias tersedak saat menyusu lantaran aliran ASI terlalu cepat
- Bayi menggigit alias menjepit puting untuk memperlambat aliran ASI
- Durasi menyusu hanya sebentar, sekitar 5-10 menit, lampau melengkungkan tubuh alias terlihat tidak nyaman
- Sering bersendawa dan buang gas di antara waktu menyusu
- Sering muntah alias gumoh lebih dari biasanya
- Berat badan naik sangat cepat, misalnya lebih dari satu ons per hari dalam beberapa hari berturut-turut
- Meskipun berat badan bertambah, bayi tampak resah alias tidak puas setelah menyusu
Cara mengatasi hiperlaktasi
Cara mengatasi produksi ASI berlebihan bisa Bunda lakukan dengan beberapa langkah sederhana. Yuk, simak tips berikut agar proses menyusui Si Kecil tetap nyaman dan melangkah optimal.
1. Jangan memompa setelah menyusui bayi
Memompa ASI setelah menyusui mungkin terlihat seperti langkah kondusif untuk mengosongkan payudara, tetapi perihal ini justru bisa memberi sinyal pada tubuh untuk memproduksi ASI lebih banyak. Jika tidak ada kebutuhan khusus, seperti stok ASI perah, sebaiknya hindari memompa setelah Si Kecil selesai menyusu, ya, Bunda.
2. Bikin jadwal
Salah satu langkah mengatasi hiperlaktasi adalah dengan menyusun agenda menyusui nan teratur. Dengan agenda nan konsisten, tubuh bakal belajar menyesuaikan pasokan ASI sesuai kebutuhan bayi. Selain itu, rutinitas ini juga membantu mencegah penumpukan ASI nan bisa menyebabkan nyeri alias bengkak pada payudara.
3. Teknik block feeding
Teknik block feeding bisa menjadi solusi efektif untuk menyeimbangkan produksi ASI. Metode ini dilakukan dengan memberikan bayi satu sisi tetek saja selama beberapa jam, sebelum berganti ke sisi lainnya. Namun, pastikan metode ini dilakukan dengan pengawasan ahli, ya, Bunda
"Block feeding bisa dilakukan dengan membatasi bayi menyusu pada satu tetek selama beberapa jam sebelum memberikan tetek lainnya. Teknik ini dilakukan untuk membantu memperlambat produksi ASI," jelas konsultan laktasi, Nancy Mohrbacher, IBCLC, FILCA, dikutip dari Romper.
4. Kompres dingin
Jika tetek terasa nyeri alias bengkak akibat produksi ASI berlebih, kompres dingin bisa membantu meredakannya, Bunda. Tempelkan kain lembap dingin alias cold pack selama 10-15 menit untuk mengurangi peradangan dan mencegah akibat jangkitan seperti mastitis.
5. Hindari teh alias suplemen ASI
Mengonsumsi teh pelancar ASI, kue laktasi, alias suplemen herbal saat produksi susu sedang berlebih justru bisa memperparah hiperlaktasi. Jadi, untuk sementara waktu, sebaiknya hentikan dulu asupan perangsang laktasi dan konsentrasi pada manajemen menyusui nan tepat.
6. Teknik full drainage dan block feeding
Metode ini menggabungkan pengosongan tetek sepenuhnya dengan pompa elektrik di pagi hari, lampau dilanjutkan menyusui langsung dengan sistem block feeding. Tujuannya adalah memperlambat aliran ASI, membikin bayi lebih nyaman, dan membantu mendapatkan hindmilk yang lebih mengenyangkan.
7. Pakai breast pad
Mengalami rembesan ASI saat beraktivitas tentu bisa membikin Bunda tidak nyaman. Untuk mengatasinya, gunakan breast pad atau alas menyusui agar bra dan busana tetap kering.
Pilihlah alas nan nyaman, menyerap baik, dan tidak mengandung lapisan plastik alias bahan tahan air nan bisa membikin tetek lembap dan memicu iritasi. Sama seperti popok, breast pad perlu diganti setiap kali sudah basah. Bunda bisa memilih jenis sekali pakai alias nan dapat dicuci ulang sesuai kebutuhan.
Foto: iStock
Kapan perlu ke dokter?
Meskipun ASI nan merembes umumnya tergolong normal, Bunda tetap perlu waspada terhadap perubahan tertentu pada tubuh maupun kualitas ASI. Segera konsultasikan ke master jika Bunda mengalami kondisi berikut.
- Kebocoran ASI terus terjadi secara signifikan, apalagi setelah berakhir menyusui alias lebih dari tiga bulan pasca menyapih sepenuhnya.
- Cairan nan keluar dari puting tidak menyerupai ASI, misalnya berwarna kemerahan seperti darah alias tampak seperti nanah.
- Muncul rasa nyeri, pembengkakan, dan kemerahan pada payudara, disertai demam serta indikasi mirip flu. Kondisi ini bisa menjadi tanda jangkitan tetek seperti mastitis.
Bahaya mendiamkan rembesan ASI bagi kesehatan
Mendiamkan rembesan ASI tanpa penanganan nan tepat bisa berakibat lebih serius dari nan Bunda kira, lho. Meskipun terlihat sepele, kebocoran ASI nan dibiarkan begitu saja tak hanya membikin Bunda merasa tidak nyaman, tapi juga bisa memicu masalah kesehatan bagi ibu menyusui maupun Si Kecil.
Secara alami, kebocoran ASI kerap terjadi selama masa menyusui. Menurut laman What to Expect, perihal ini umumnya disebabkan oleh refleks letdown, ialah ketika tubuh tiba-tiba memproduksi ASI dalam jumlah banyak sebagai respons terhadap rangsangan tertentu.
Namun, nan perlu Bunda pahami, rembesan ASI bisa dipicu bukan hanya oleh rangsangan fisik, tapi juga emosional. Jadi, tak perlu heran jika tiba-tiba bra alias baju basah meski Si Kecil sedang tidak menyusu. Bahkan sekadar mendengar tangisan bayi alias memandang fotonya saja bisa memicu ASI menyembur.
"ASI nan bocor merupakan kejadian alami, hasil dari proses alami tubuh. Kondisi ini datang sebagai hasil dari dua proses dalam tubuh. Proses pertama adalah hormon nan melibatkan hormon prolaktin, dan nan kedua melibatkan impuls nan disebut refleks letdown, ialah emosi kesemutan nan menghasilkan aliran ASI," jelas Dr. Suzan Atuhairwe, master kandungan di Mulago Hospital, sebagaimana dilansir laman New Vision.
Meskipun tergolong wajar, bukan berfaedah bisa diabaikan begitu saja. Bila ASI terus-menerus merembes dan membasahi bra alias pakaian, kuman bisa berkembang biak dengan sigap sehingga tidak baik bagi kesehatan Bunda maupun Si Kecil.
"Jika tidak terlindungi dengan baik, ASI dapat tumpah ke dalam bra dan busana ibu, nan berisiko memunculkan kuman rawan dan menyebabkan jangkitan pada ibu dan bayi," tambah dr. Suzan.
Supaya tidak menimbulkan masalah, Bunda disarankan untuk rutin menggunakan breast pad alias alas payudara, terutama saat sedang berjalan alias menyusui di luar rumah. Selain itu, pastikan area puting tetap bersih dengan langkah membasuhnya saat mandi dan mencuci tangan sebelum menyusui.
Itulah penjelasan mengenai hiperlaktasi dan langkah mengatasi produksi ASI berlebihan nan bisa Bunda terapkan. Semoga info ini membantu Bunda menyusui Si Kecil dengan lebih nyaman dan optimal, ya!
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)