10 Cerita Pendek Untuk Anak Tk Beragam Tema Yang Menarik Dan Kaya Pesan Moral

Sedang Trending 4 jam yang lalu

Jakarta -

Mendongeng menjadi aktivitas nan menyenangkan sekaligus mendidik untuk anak usia Taman Kanak-Kanak (TK). Cerita pendek nan sesuai usia bisa memperkuat nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari Si Kecil.

Tak hanya menghibur, cerita juga dapat membantu perkembangan bahasa dan emosi Si Kecil. Lewat kisah sederhana, anak bisa belajar mengenal empati, kejujuran, dan tanggung jawab.

Cerita pendek untuk anak TK biasanya mengangkat tema keseharian, hewan, alias petualangan ringan. Dengan alur nan mudah dipahami, Si Kecil bisa lebih sigap menangkap pesan moral nan disampaikan, Bunda.

Pemilihan cerita nan tepat juga sangat krusial untuk merangsang daya pikir dan khayalan anak. Maka dari itu, krusial bagi Bunda dan para pembimbing untuk memilih cerita nan tak hanya menarik, tetapi juga sarat makna.

Cerita pendek dan manfaatnya bagi perkembangan anak

Mendongeng terbukti bisa membantu anak sigap menyerap kosakata baru dan melatih keahlian bahasanya, Bunda. Penelitian di Nigeria menunjukkan bercerita lebih efektif dibanding bermain berbareng kawan dalam menambah kosakata anak usia 3-6 tahun, apalagi peningkatannya mencapai 20,4 persen.

Cerita membantu memperkuat keahlian bahasa, meningkatkan daya konsentrasi, dan membentuk empati Si Kecil. Dengan kisah sederhana, anak belajar memahami emosi, situasi, serta nilai-nilai seperti kejujuran dan keberanian, Bunda.

Organisasi internasional seperti UNICEF juga menyoroti pentingnya aktivitas bercerita sejak awal dalam membentuk perkembangan sosial dan emosional anak. Lewat dongeng, anak juga dapat memahami nilai budaya dan belajar berempati terhadap orang lain.

1. Cerita pendek Mantra Sang Juara

Cerita pendek berjudul Mantra Sang Juara ini mengangkat kisah menarik seputar kehidupan sehari-hari. Kisah tersebut diadaptasi dari buku Kumpulan Cerita Rahasia Anak Hebat karya Firmanawaty Sutan.

"Sudah ya, Ma," Caki menyingkirkan susunya nan tetap tersisa setengah.

Mama nan sedang mengoleskan mentega ke roti memandangnya heran. "Tadi rotinya enggak habis. Sekarang susunya," keluh Mama.

Caki memaksakan senyum, "Perutku sudah enggak muat lagi, nih, Ma."

Mama menghela napas maklum. Dia tahu, Caki hari ini bakal ulangan matematika. Caki jika mau ulangan selalu begitu. Nafsu makannya mendadak seperti hilang. Untungnya setelah ulangan, nafsu makan anak tunggalnya itu bakal kembali seperti biasa.

"Ya, sudah. Nih, bawa roti buat bekal saja, ya. Nanti lenyap ulangan, Anda bisa makan," rayu Mama.

Caki mengangguk lemah. Pikirannya betul-betul sudah tersita ke ulangan nanti.

"Kamu kan sudah belajar semalam," celetuk Kak Wirya di hadapannya.

Mama tersenyum maklum sembari mengangkat bahu. "Caki gitu, lho. Dia memang selalu begitu jika mau ulangan".

Caki mengangguk membenarkan. "Iya, saya sudah berusaha. Tapi rasanya, kok, susah jadi juara kelas, ya".

"Kamu sudah bagus Loh, Ki. Sudah lima besar. Kan, sudah lumayan. Iya, enggak?" Mama mengingatkan.

"Betul Ki," sahut Kak Wirya mengiyakan.

Kak Wirya adalah sepupu Caki dari Bandung. Ia baru saja datang semalam. Kabarnya sih, sepupunya ini baru saja dapat danasiwa untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Nah, sebelum berangkat, dia mau sekalian pamit dulu kepada Mama dan Papa Caki.

"Waktu SD, Kakak malah enggak masuk sepuluh besar di kelas," lanjut Kak Wirya. "Tapi setelah Kakak punya mantra ajaib, baru deh...".

"Hah... mantra ajaib? Mau dong, Kak!".

Kak Wirya tersenyum. "Nanti siang ya. Kamu sekarang kan, kudu ke sekolah".

"Tapi kan, saya butuhnya sekarang, Kak," kata Caki tak sabar.

Mama dan Kak Wirya tersenyum memandang tingkah Caki.

"Nah, sekarang pengetahuan pembukanya dulu. Sebelum ulangan Tarik napas. Tenang. Katakan saya bisa. Jangan lupa berdoa. Itu dulu, deh," Urai Kak Wirya.

Caki mendengarkan baik-baik perkataan sepupunya itu. Dia menarik napas panjang dan tersenyum.

Ting... tong...

"Nah, itu, Om Agus sudah datang," Mama mengingatkan.

"Sampai nanti, ya Kak!" Caki melambaikan tangan sembari berlari mini menuju mobil jemputannya.

***

Pulang sekolah, Caki memeriksa bilik tidur tamu di lantai atas. Kosong. Sepertinya Kak Wirya belum pulang.

"Ya, gimana dong. Padahal saya mau menagih janji mantra Kak Wirya," gumamnya. Dia ingat, dua hari lagi dia ada ulangan IPA.

Akhirnya, Caki duduk saja di meja belajarnya. Dia berupaya konsentrasi, tapi rasanya tetap banyak perihal nan belum bisa dihafalnya dengan baik.

"Sim salabim. Alakazam."

Caki gelagapan. Dicarinya sumber bunyi tadi. Loh, kenapa Kak Wirya sudah berpakaian seperti Aladin gitu?

"Nah, minum!" Kak Wirya menyodorkan segelas air. Warnanya kelabu, keruh, seperti air hujan. Tapi nan ini lebih kental.

"Apa ini Kak?" Caki mengernyit muka menerima gelas itu. Didekatinya ke hidung, huek... baunya enggak enak. Dia pun spontan menjauhkannya dari hidung.

"Ayo," desak Kak Wirya.

"Huk, huk..." belum juga air terminum, Caki terbatuk. Gelagapan mencari udara segar!

Caki tetap terus terbatuk. Kak Wirya membantu menenangkannya. Tapi... ah sepertinya saya tadi bermimpi, bisik Caki dalam hati.

Dia memperhatikan sepupunya itu. Tak ada lagi baju Aladin, seperti nan dikenakannya tadi.

Cukup lama Caki terbatuk, sebelum akhirnya bisa menenangkan diri. Sepertinya tadi dia tertidur sampai dia jadi terbatuk.

"Bagaimana?" tegur Kak Wirya.

Caki tersipu malu. "Ayo, Kak. Katanya mau mengajarkan saya mantra," Caki mengalihkan perhatian.

"Oke, mana nan mau Anda hafalkan?" Kak Wirya membalik kitab di hadapan Caki. "Sains memang banyak hafalannya, ya?".

"IPS juga Kak. Bahasa apalagi. Ah, semuanya deh. Mungkin Cuma matematika nan tidak. Eh... tapi enggak juga, sih. Menghafal satuan, saya juga tetap sering tertukar." Serentetan kalimat berceceran keluar dari mulut Caki.

Kak Wirya tersenyum menanggapi.

"Ini nih, Kak," Caki menunjuk laman kitab nan bakal dihafalnya. "Aku dari tadi nggak bisa menghafal alat-alat ekskresi pada manusia".

Caki memang merasa kesulitan. Ada saja mahfuz nan tertinggal. Paling sering nan ketinggalan itu hati. Menurutnya, mengingat paru-paru, ginjal, dan kulit lebih mudah lantaran bisa dibayangkan sehari-hari.

"Pahaku gatal," terdengar bunyi lirik Kak Wirya.

Spontan, Caki memandang ke kaki Kak Wirya. Katanya gatal, tapi kok, tidak digaruk. Dia hanya memperhatikan kitab nan dibuka Caki. Tak terlihat jika pahanya memang gatal.

"Apa Kak?" tanya Caki bingung.

"Pahaku gatal," jawab Kak Wirya singkat.

"Digaruk dong, Kak. Mungkin tadi digigit nyamuk. Tapi memakai celana setebal itu, kok, tetap bisa digigit nyamuk ya?" Caki heran memandang celana hantu tebal nan digunakan Kak Wirya.

Kak Wirya menoleh menatap Caki. Sepertinya, dia kebingungan mendengar ucapan Caki. Tangannya menunjuk ke laman kitab nan terbuka.

"Ini lho, PAru-paru, HAti, KUlit, dan GinjAL bisa disingkat jadi PAHAKU GATAL." Urai Kak Wirya.

Awalnya Caki tak mengerti. Untunglah kakak sepupunya itu mengulanginya sekali lagi. Ternyata membikin singkatan dari beberapa perihal nan kudu dihafal bisa memudahkan.

"Oh, jadi itu mantranya!" seru Caki senang. Dia sekarang mengerti apa nan dimaksud dengan mantra ajaib oleh Kak Wirya.

Kak Wirya lampau enak-enak memberikan contoh-contoh mantra ajaib lainnya. Ada mantra MEVE BUMAJU SAUNEP untuk urutan planet. Ada juga mantra MEJIKU HIBINIU untuk warna-warna Pelangi.

Ternyata, setiap orang bisa menciptakan mantranya sendiri-sendiri. Tidak kudu sama dengan orang lain, nan penting, mengerti dan bisa memudahkan untuk menghafal dengan baik. Cara ini juga dikenal sebagai jembatan keledai.

"Memangnya mana keledainya, Kak?" celetuk Caki.

"Entahlah. Tapi, nan krusial langkah ini bisa membantu kita menghafal apa pun dengan mudah".

"Asyik. Aku mau ah, bikin mantra nan banyak. Supaya saya bisa menjadi juara kelas," seru Caki senang.

2. Cerita pendek kitab Harian Sang Juara

Cerita pendek berjudul Buku Harian Sang Juara nan singkat, jelas, dan sarat makna ini diambil dari buku Kumpulan Cerpen Anak Payung-Payung Impian (2017) karya Yosep Rustandi.

Kupegang erat-erat kitab bersampul cokelat itu.

"Ma, semua tumpukan koran, majalah, dan kitab ini dikeluarkan?" tanyaku. Untuk kesekian kalinya saya bertanya. Mama keheranan melihatku.

"Memangnya kenapa?" tanya Mama.

"Boleh nggak jika bukunya kuminta sebagian?".

"Oh, boleh jika ada kitab nan Anda suka. Pemilik rumah ini memberikan isi penyimpanan ini kepada kita. Dan sekarang, lantaran penyimpanan ini mau dijadikan kamar, kita jual saja semua isinya".

Baru sebulan kami pindah ke kampung Cibening ini lantaran Ayah pindah kerja. Dulu pemilik rumah ini adalah Pak Didin. Ia dan keluarganya pindah ke Bandung.

Rumah ini mempunyai tiga kamar. Aku mempunyai dua orang kakak. Maka, penyimpanan terpaksa dijadikan bilik lantaran saya mau mempunyai bilik sendiri. Ketika membersihkan penyimpanan inilah saya menemukan kitab harian bersampul coklat.

10 Agustus

Aku duduk berbareng peserta lainnya di pinggir lapangan badminton. Penonton memenuhi sekeliling lapangan. Adlin, temanku, berbicara jika dirinya deg-degan. Jantungnya berdebar lebih sigap lantaran demam lapangan.

Aku sendiri tidak begitu merasakannya. Tahun lampau sih, iya. Tapi sekarang, saya sudah belajar banyak, jadi tidak begitu demam lapangan. Aku tidak mau demam lapanganku dimanfaatkan musuh untuk menjadikan mereka lebih kuat.

Pertandingan pun dimulai. Aku berhadapan dengan Rian, pemain dari Rancabelut. Penonton bersorak. Setiap terjadi rally panjang, kok ke sana ke mari menyeberangi net, sorak penonton semakin riuh. Aku berupaya agar konsentrasi tidak terpecah. Akhirnya saya bernapas lega, lantaran sukses memenangkan pertandingan dengan dua set langsung, 21-15 dan 21-9.

Dari catatan di laman depan, saya baru tahu kitab harian ini milik Opik Hidayah, juara bulu tangkis sekabupaten. Ternyata, Pak Didin adalah ayahnya Opik.

Mereka pindah ke Bandung agar Opik bisa mengikuti latihan di klub besar dan mengikuti pertandingan di kota-kota besar. Opik Hidayah saat ini sudah kelas 9 SMPN 2 Bandung. Buku catatan ini ditulis enam tahun lampau saat Opik kelas 5 SDN Cibening.

"Kang Opik itu hebat. Dia satu-satunya orang Cibening nan pernah menjuarai turnamen sekabupaten," kata Rio waktu saya bertanya siapa Opik Hidayah.

Saat itu sedang rehat sekolah. "Sejak kelas 5 SD sampai kelas 3 SMP, dia selalu juara sekabupaten. Kini dia masuk klub besar, dan kabarnya masuk ke dalam tim inti provinsi Jawa Barat. Istilahnya, dia merem saja bisa mengalahkan lawan- lawannya."

"Dan nan perlu Anda tahu," Asip menambahkan. "Tempat duduk Kang Opik waktu kelas 5 SD itu, ya bangku nan Anda duduki sekarang"

16 Agustus

Babak final tadi siang adalah pertandingan terberat nan pernah saya alami. Tiga set dengan kejar-mengejar nomor nan ketat. Aku beruntung bisa memenangkan pertandingan ini. 21-19, 23-25, dan 21-20. Waktu Angga menyalamiku, juara memperkuat itu bergemam "Selamat, Anda sudah tahu rahasianyu juara

Ya, pasti saya merasa bangga. Tapi saat semua orang menyanjung, mengelu-elukan, mengatakan bahwa permainanku selalu hebat, membujuk berpotret bersama, saya hanya tersenyum. Banyak temanku bermimpi jadi juara tapi tidak pernah kesampaian.

Ya, lantaran mereka memandang juara itu adalah dimintai tanda tangan, disanjung, dipuji puji, diajak foto bareng

Mereka tidak tahu rahasia sebenarnya sang juara. Saat mengangkat tropi juara, saya terkenang perjalanan berbulan- bulan sebelumnya. Setiap subuh, tidak peduli hari libur, saya berlari mengelilingi jalan kampung, skot jump, sampai push-up.

Mungkin waktu itu banyak temanku nan tetap tidur. Siangnya berlatih memukul kok, menjaga garis lapang, sparing dengan teman-teman, hingga mendengarkan saran-saran pelatih.

Aku juga membaca kisah-kisah Rudi Hartono, Liem Swie King, Susi Susanti, Rexi, dan Riky. Mereka adalah pemain- pemain dahsyat Indonesia nan pernah menjuarai turnamen bulu tangkis dunia. Setidaknya, dengan membaca pengalaman mereka, saya selalu termotivasi untuk terus berprestasi.

Lelah? Sudah pasti. Tapi saya senang menjalaninya. Karena bulu tangkis bagiku adalah jalan hidup. Begitulah rahasia untuk juara. Kalau saya malas berlatih, malas menjaga kebugaran, stamina, saya rasa jangan bermimpi untuk Juara. Kurasa, Angga juga tahu rahasia seperti itu.

Aku tertegun membaca kitab harian ini. Aku selalu bermimpi menjuarai lomba catur. Namun, saya hanya berlatih sehari dua hari menjelang pertandingan saja. Setelah saya tahu rahasia juara ini, saya kudu berubah. saya kudu berlatih dan mencari pengetahuan tentang catur dari sekarang.

3. Cerita pendek Pesan Ayah

Cerita pendek berjudul Pesan Ayah merupakan contoh cerpen komplit nan mengisahkan perjuangan hidup seorang anak handal berjulukan Angga. Kisah inspiratif ini diambil dari kitab Kumpulan Cerpen Anak-Anak Rumpun karya Mike J. Yanti.

Pada siang hari itu, Akbar berlari menuju rumah dan langsung masuk ke kamarnya tanpa menghiraukan ibu nan tengah menyuapi adiknya Zulaika. Ia terengah-engah sembari mengucapkan salam. Sang ibu memperingatkannya agar pelan-pelan, cemas adiknya kaget.

Tak berselang lama, Akbar keluar lagi setelah mengganti pakaian.

"Akbar keluar dulu Bu," ucapnya seraya meraih tangan ibu untuk dicium ke keningnya. "Ibu bilang pelan-pelan, kau mau kemana lagi, makanlah dulu sebelum pergi," kata ibu.

"Akbar kudu segera pergi Bu, Ibra dan Angga menunggu di rumah Khalid, hari ini ada aktivitas pacu itiak di lapangan sekolah, kami mau melihatnya, Bu".

"Oo Angga juga ya sudahlah, baik-baik di jalan, jangan lupa salat dzuhur, ya".

Akbar mengiyakan pesan ibunya, lampau pergi dengan sepedanya. Dari kejauhan tampak Ibra dan Khalid menunggu, tinggal Angga nan belum kelihatan.

Di antara mereka berempat Anggalah nan paling jauh rumahnya dari sekolah. Mereka bakal berjumpa di setiap pagi di depan rumah hijau dekat rumah setelah rumah Khalid.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Angga datang tergesa-gesa mengayuh sepedanya. Nafasnya kempang kempis dan wajahnya berkeringat. "Maaf saya terlambat," sapa Angga.

"Tidak apa-apa," jawab Ibra, kita siap berangkat? Sebentar lagi itiak emas pak Mahmud bakal meluncur," semuanya tertawa mendengar ocehan Khalid.

Selain rumahnya paling jauh, Angga kudu melewati jalan proyek pembangunan jalan baru, Jalan ini cukup ramai dilewati truk pengangkut pasir nan besar. Tak jarang, kami mengantarkannya sampai ke ujung jalan pemisah proyek lantaran selalu ramai.

Angga juga membawa perlengkapan nan banyak ke sekolah, lantaran membawakan dagangan ibunya dari kantin sekolah. Kami pun sesekali membantu Angga berdagang di sore hari sepulang dari masjid.

Angga adalah anak nan baik, dia juga anak nan paling pandai di sekolah di antara kami berempat. Selain itu, Angga merupakan anak pertama nan mempunyai tiga orang adik kecil, ialah Savia nan kelas dua SD, Lukman nan tetap TK, serta Faruq nan berumur tiga tahun.

Dulu Ayah Angga adalah pekerja proyek jalan, dia bekerja sebagai seorang pengemudi truk pasir sejak Angga dan ibunya pindah ke tempat kami.

Angga merupakan siswa pindahan tiga tahun lalu, dia anak nan riang dan mudah bergaul. Sudah dua tahun ini, sekolah memilihnya untuk mewakili sekolah dalam lomba kreasi robot. la sangat menyukai menggambar.

Ia pernah berbicara bahwa kegemaran desainnya turun dari ayahnya. Tempat tinggalnya nan dulu di tepi bukit dengan hamparan sawah berjenjang di kaki bukit. Di sana, dia dan ayahnya menghabiskan waktu untuk melukis.

Angga juga sering bercerita tentang sang ayah. Ayah Angga pernah kuliah di pulau Jawa berkah beasiswa. Saat bakal diwisuda, ayahnya mendapatkan berita bahwa kampungnya kena banjir bandang.

Bencana itu menghanyutkan satu kampung termasuk keluarganya, dan tersisa hanya bibinya. Itupun sang tante kudu duduk di bangku roda lantaran kehilangan kakinya.

Sejak saat itu, ayahnya memilih untuk tinggal di kampung dan menikah dengan ibu Angga. Semenjak bibinya menikah barulah ayahnya mulai pindah dan menetap di kota ini.

Kemudian, dua tahun nan lampau ada pengerjaan jalan malam hari, beberapa pekerja sedang mengangkut sisa pemangkasan bukit tempat pembuatan jalan, tiba-tiba bukit ujung nan dekat dengan hulu sungai runtuh dan menimbun badan mobil pengangkut pasir.

Banyak pekerja nan tidak ditemukan termasuk ayah Angga. Semenjak saat itu Angga menjadi pendiam, butuh waktu nan lama untuk Angga untuk kembali berguru dan memulai bermain kembali berbareng teman-temannya

Warga sekitar tahu tentang Angga nan sangat dekat dengan ayahnya. Kepergian ayahnya nan susah dia terima. Tiap hari, ibu-ibu di tempat kami bakal menanyakan kondisi Angga.

Pada bulan Ramadan, ayah Angga adalah orang nan bakal membuatkan kreasi gambar iklan besar berisi ucapan selamat Idul Fitri dengan lukisannya sendiri. Orang-orang nan pulang kampung bakal berpotret dengan iklan ini. Merasa disambut oleh orang kampung dengan kemeriahan iklan besar lukisan ayahnya.

Sejak ayah Angga tiada, masjid kami hanya bisa mengenang keramaian nan ada tentang iklan besar di kampung kami.

Kini Angga mulai pulih, salah satu istri pengurus masjid membantu Angga untuk memberikan pendampingan terapi. Semua mulai membaik saat family disarankan untuk memberikan memori bagus nan bisa mengembalikan rasa bahagianya.

Suatu hari tante Angga datang menghadiahinya kitab nan bertuliskan tulisan ayahnya tentang gimana senangnya ayah Angga dapat kuliah di tempat terbaik dan membayangkan dapat kelak merancang sekolah. angan untuk anak-anak di kampungnya.

Bagi ayah Angga, seperti sabda Nabi, menjalani hidup serta melakukan baik kepada orang lain adalah perihal nan mesti kita lakukan, dan itu kudu disertai ilmu. Saling membahagiakan orang lain pun adalah perihal baik nan kudu dilakukan dan itu kudu dengan ilmu. Dengan demikian, derajat seseorang bakal diangkat.

4. Cerita pendek kisah Cacing Tanah nan Bijaksana

Cerita pendek Kisah Cacing Tanah nan Bijaksana menyuguhkan pesan moral nan sederhana namun mengena untuk anak-anak. Cerpen ini diambil dari buku 30 Cerita Fabel Penuh Pesan Moral Untuk Anak-Anak terbitan Airiz Publishing (2019).

Pada era dahulu, hiduplah seekor cacing tanah nan selalu riang gembira. Setiap harinya, cacing tanah melangkah kesana kemari untuk mencari makanan, suatu hari ketika sedang mencari makanan cacing tanah tanpa sengaja menabrak sesuatu.

"Aduh lagi-lagi saya menabrak bebatuan," ujarnya diiringi bunyi gelak tawa.

Kemudian, cacing tanah melanjutkan perjalanannya ke dalam tanah seolah membikin terowongan. Suatu hari, ketika cacing tanah sedang melangkah di dalam tanah, dia berjumpa seekor ulat nan terperosok di dalam lubang kecil.

"Tolong-tolong saya siapapun Aku minta tolong aku," ujar ulat kecil.

Mendengar bunyi ular mini cacing tanah mempercepat langkahnya mencari sumber

"Siapa itu? apa nan terjadi padamu," ujar cacing tanah.

"Syukurlah ada nan datang saya tanpa sengaja terperosok ke dalam lubang ini dan saya tidak tahu gimana caranya keluar dari sini saya minta tolonglah aku," ujar ulat kecil

"Baiklah saya bakal membantumu mari ikuti aku," ujar cacing tanah

Ulat mini itu pun mengikuti cacing tanah, dia perhatikan langkah cacing tanah melangkah seperti meraba-raba.

"Maafkan saya tuan cacing tanah apakah saya boleh bertanya sesuatu padamu?" ujar ulat kecil.

"Tentu saja kau boleh bertanya apapun," ujar cacing tanah.

"Apakah kau tidak bisa melihat? kenapa kau melangkah seperti meraba-raba seperti itu?" Ujar ulat kecil.

"Anak cerdas. kau betul sekali saya memang tidak mempunyai indera penglihatan dari lahir," ujar cacing tanah.

"Lalu gimana bisa kita menemukan jalan keluar jika memandang saja tuan tidak bisa?" ujar ulat kecil.

"Kau ikuti saja saya kita bakal menemukan jalan keluar," ujar cacing tanah.

Ulat mini itu pun tidak mempunyai pilihan lain, dia mengikuti langkah cacing tanah itu hingga akhirnya mereka sukses menemukan jalan keluar.

"Ini ajaib kita sukses maafkan saya tuan cacing nan sudah bertindak tidak sopan padamu saya sangat menyesal," ujar ulat kecil.

"Tidak apa-apa mungkin kau tidak tahu jika kau tidak mempunyai salah satu indera di tubuhmu maka indera nan lain bakal menjadi penggantinya. Mungkin saya memang tidak bisa memandang tetapi indera peraba ku sangat tajam," ujar cacing tanah.

Tidak lama kemudian mereka berjumpa Rara si gajah mini nan bijaksana. Cacing tanah meminta support Rara untuk mengantarkan ulat mini ke dedaunan terdekat. Ulat mini itupun kembali dengan selamat ke rumahnya.

5. Cerita pendek Gajah dan Kancil Lomba Lari

Cerita pendek Gajah dan Kancil Lomba Lari menghadirkan kisah fiksi nan memotivasi tentang persaingan sehat dan semangat pantang menyerah. Cerpen ini diadaptasi dari kitab Dongeng Lengkap Kancil terbitan Laksana (2020).

"Kancill, kenapa Anda murung?" tanya Gajah sepulang dari mandi di sungai. Badan Gajah terlihat bersih.

"Kamu tahu, besok ada lomba lari?" Kancil menjawab pertanyaan Gajah.

"Iya, saya tahu. Aku, kan, besok ikut lomba lari," jawab Gajah.

Kancil tambah sedih.

"Hel, hei, Anda kenapa sedih? Apa saya punya salah ke kamu, Kancil?" tanya Gajah. Dia takut ada kata-kata nan menyinggung emosi Kancil.

"Bukan, Gajah. Kamu tidak salah. Aku hanya sedih lantaran besok tidak bisa ikut lomba lari," Kancil akhirnya menjawab rasa penasaran Gajah.

"Kenapa Anda tidak bisa ikut lomba, Kancil?"

"Kakiku belum sembuh. Kemarin saya jatuh ketika latihan lari di tengah hutan, Kakiku tersandung akar pohon," jelas Kancil.

"Besok pasti sudah sembuh, Kancil," hibur Gajah.

"Mana mungkin sembuh, Gajah," Kancil menangis tersedu- sedu. Padahal, dia sudah latihan lari di tengah rimba selama berhari-hari.

"Jangan bersedih, Kancil. Tenang saja, besok Anda bisa ikut lomba lari bersamaku. Aku bakal menjemputmu pagi-pagi sekali," kata Gajah.

Bagaimana bisa saya ikut lomba lari? Kadang Gajah berlebihan dan hanya mencoba menghiburku, bisik hati Kancil.

Keesokan harinya, Gajah datang ke rumah Kancil. Kancil nan sedang bermain dengan adik-adiknya kaget. Ternyata, Gajah betul-betul datang menjemputnya.

"Naiklah ke punggungku, Kancil," ajak Gajah.

Kancil tidak bisa menolak. Dia naik ke punggung Gajah. Ketika sampai di arena lomba lari, Kancil tetap duduk di punggung Gajah.

"Kita bakal lomba lari bersama," ucap Gajah.

"Bagaimana caranya?" tanya Kancil kebingungan.

"Duduklah di punggungku dengan manis, Kancil. Kita bakal lariii...," ucap Gajah sembari berlari berbareng hewan lainnya.

Kancil senang sekali, Gajah memang sahabat nan sangat baik. Mereka berlari berbareng sampai garis finis.

6. Cerita pendek Anoa dan Anak Penggembala

Cerita pendek Anoa dan Anak Penggembala menyuguhkan kisah menyentuh tentang keberanian dan kejujuran. Cerpen sarat makna ini diambil dari kitab Antologi Cerpen Anak: Coretan Pena (2021) karya Rinah Handaiyani.

Di desa mini dan terpencil hiduplah family sederhana nan tinggal di ujung desa tepi sungai. Keluarga La Balawa itulah julukan mereka. Sehari-hari mereka hanya menghabiskan waktu untuk bertani dan mencari kayu bakar untuk memasak dan dijual ke pasar.

La Balawa adalah kepala rumah tangga nan bekerja merantau mengikuti kapal laut, dia meninggalkan Wa Rimba istrinya dan satu anak nan berjulukan La Hane. La Hane adalah anak nan penurut, setiap hari dia membantu ibunya bertani dan pergi mencari kayu bakar.

Suatu hari, ibunya menyuruh La Hane untuk pergi mencari kayu bakar di tepi rimba ujung desa.

"Hane... Oh La Hane." Panggil Wa Rimba.

"Iya Ibu." Jawab La Hane.

"Coba kau pergi cari kayu bakar untuk dijual dan buat kita pakai memasak." Ujar ibu La Hane.

La Hane pun bergegas pergi ke hutan, jarak antara rumah mereka dengan rimba hanya sekitar satu kilometer. Selain anak nan penurut, La Hane juga adalah anak nan kuat, dia bisa memikul kayu dengan kedua pundaknya tanpa merasa capek meskipun kudu pulang kembali antara rimba dan rumahnya.

Kali ini tampak tak seperti biasanya, saat sedang mencari kayu bakar, La Hane memandang ada seekor Anoa betina nan terjerat perangkat pemburu hutan. Awalnya La Hane tidak menghiraukannya dan sibuk memotong kayu, tapi tiba-tiba,

"Tolong.... Tolong aku," tangis Anoa

...(dalam keadaan kaget) "Siapa itu?" tanya La Hane.

"Tolonglah saya wahai anak nan baik hati, bantulah saya melepaskan jeratan ini," jawab Anoa.

"Ka-kau Anoa bisa berbicara?" tanya La Hane.

"Tolonglah aku, jeratan ini sakit sekali. Janganlah takut," jawab Anoa.

La Hane terdiam sejenak memandang Anoa tersebut, La Hane tidak tega memandang Anoa nan telah merintih kesakitan akibat tali jeratan pemburu rimba tersebut. la Hane pun membantu Anoa tersebut. Tetapi saat mau membuka tali jeratan, pemburu datang untuk memandang perangkapnya.

"Astaga pemburu datang!" ujar La Hane.

"Anoa saya bakal menyelamatkanmu tetapi tunggulah sebentar, pemburu itu datang," ujar La Hane lagi.

La Hane pun berlindung di kembali daun lebar dan pohon-pohon.

"Waahhh.... Anoa ini sudah masuk perangkapku," ujar pemburu.

"Ayah... ayah... kemarilah. Ayo lihat ke sini. Ada Anoa nan sangat besar!" teriak anak pemburu.

"Benarkah? Anoa besar telah masuk perangkap kita?" jawab pemburu.

"Benar Ayah! Cepatlah sebelum Anoa itu sukses kabur," ujar anak pemburu.

"Iya, tunggulah di situ. Hahaha, hari ini saya menghasilkan banyak uang."

"Hei Anoa tunggulah kau di sini, sejenak lagi giliranmu," ujar pemburu.

Pemburu sangat senang dan tampak girang lantaran hasil buruannya. Setelah pemburu pergi untuk mengecek buruannya nan lain di salah satu perangkapnya, La Hane bergegas pergi ke tempat Anoa tadi.

Hari sudah semakin siang, La Hane belum juga pulang, ibunya menjadi sangat khawatir.

"Dimana anakku ini sudah siang belum pulang juga?" ujar Wa Rima dengan nada cemas.

La Hane membuka tali perangkap dengan sigap dan berhati-hati agar tidak ketahuan oleh pemburu dan Anoa tidak merasa kesakitan. Dan La Hane pun sukses membuka perangkap tersebut.

"Anoa ikatanmu sudah terlepas sekarang, pergilah kau," ujar La Hane.

"Aku bakal ikut denganmu, rawatlah saya dengan baik maka hidupmu bakal berubah," jawab Anoa.

"Ta-tapi...," tiba-tiba La Hane memotong pembicaraan.

"Ayolah sigap bawa saya ke rumahmu, sebelum pemburu itu datang dan menangkapku lagi."

"Iyaa baiklah. Ayo segera ikuti aku".

La Hane dan Anoa melangkah keluar dari hutan, hari sudah sore dan mereka pun tiba di rumah. Alangkah terkejutnya ibu La Hane memandang Anoa nan dibawa oleh anaknya.

"Hane, Anoa siapa ini?" tanya Wa Rimba.

"Ibu, Anoa ini ku tolong dari perangkap pemburu dan dia kesakitan akibat perangkapnya, Anoa ini bakal dibunuh dan dijual," jawab La Hane.

"Jadi apakah kita rawat saja Anoa ini Sambil menunggu jika tiba-tiba pemiliknya mencarinya".

"Iya Ibu, kita rawat saja, lagi pula Anoa ini ku dapatkan dari hutan, jadi tidak mungkin ada nan memilikinya," jawab La Hane.

"Sudahlah jika begitu sekarang kau makan dulu, ibu bakal menyimpan Anoa ini di belakang rumah kita," ujar Wa Rimba.

Setelah Anoa tersebut dirawat dan dipelihara oleh La Hane dan ibunya, kehidupan mereka berubah. La Hane menjadi seorang anak penggembala Anoa dan semua Anoa mereka tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Sehingga ayah La Hane tidak perlu lagi pergi merantau dan sibuk mengurus Anoa berbareng keluarganya.

7. Cerita pendek Kisah Persahabatan Singa dan Tikus

Cerita pendek Kisah Persahabatan Singa dan Tikus menampilkan nilai tolong-menolong dan pentingnya menghargai semua makhluk, tak peduli besar alias kecil. Cerita penuh makna ini diambil dari kitab Untaian Cerita Anak karya Laily Nurmalia, M.Pd., dkk., oleh Nabila Hasanah.

Di sebuah rimba nan lebat hiduplah seekor singa perkasa nan semua makhluk lain sangat takut kepadanya. Raja rimba tersebut dikenal sangat mengerikan, tidak mengenal rasa takut dan dia merasa kudu dihormati oleh semua makhluk nan ada di hutan.

Dia menghabiskan sebagian waktunya dengan berburu dan sebagian lagi untuk tidur. Tidak ada makhluk hidup nan ada di rimba berani mendekati sarangnya terutama saat singa sang raja rimba sedang tidur. Binatang perkasa itu sangatlah marah jika tidurnya terganggu dengan langkah apapun.

Tapi suatu hari tikus mini sangat penasaran mau memandang gimana sarang Singa si Raja hutan. Dengan niat nan bulat dia berangkat ke gua dimana singa biasa beristirahat. Namun ketika dia sampai, dia tidak memandang adanya sang raja hutan.

"Dia pergi ke suatu tempat. Apakah dia bakal segera kembali?" Timbul pertanyaan dalam hati si tikus kecil.

Untuk mengobati rasa penasarannya si tikus mini masuk menyelinap ke dalam gua. Gua itu sangatlah gelap, ditanah dia memandang jejak kaki sang raja hutan, dan jejak kaki besar itu membuatnya sangat ketakutan.

"Sepertinya saya kudu segera kembali." Pikir si tikus.

Namun malang, saat itu terdengar bunyi langkah kaki singa memasuki gua.

"Oh tidak dia bakal segera masuk. Apa nan kudu saya lakukan." Si tikus gemetar.

Ternyata singa si raja rimba hanya pergi untuk minum di sungai, dan dia datang kembali untuk beristirahat. Si tikus berlindung di dalam gelap gua dan memandang gambaran besar singa jatuh di lantai.

Singa duduk dekat pintu masuk gua dan beristirahat kepalanya di kaki nan besar. Segera dia tertidur pulas. Seluruh gua tampak bergetar dengan mendengkur keras raja hutan.

Si tikus berupaya merayap keluar secara diam-diam nan dia bisa. Segera dia berada di dekat pintu masuk. Tapi saat dia mencoba untuk menyeberangi singa, ekor kecilnya menyerempet kaki kiri dari Sang raja hutan, dan penguasa rimba terbangun dengan kaget.

Terlihat kemarahannya saat dia memandang tikus mini di sarangnya. Walaupun takut si tikus tidak kehilangan akal, dia segera berlari. Namun malang singa segera dapat menangkapnya. Sang raja rimba membuka rahang untuk menelan tubuh si tikus kecil.

"Maaf, ya Raja, saya tidak bermaksud membangunkan kamu, saya hanya mencoba untuk meninggalkan gua ini dimana selama ini saya sangat penasaran mau melihatnya. Mohon biarkan saya pergi kali ini, dan saya tidak bakal pernah lupa kebaikan kamu. Jika takdir memberi saya kesempatan, saya bakal membantu Anda dengan langkah nan saya bisa pada salah satu nanti," ucap si tikus kecil.

Singa merasa geli mendengar ucapan si tikus. Bagaimana tikus mini membantunya? Tapi dia membiarkan tikus mini itu pergi dan tertawa terbahak-bahak. Si tikus berlari untuk menyelamatkan hidupnya, dia sangat berterima kasih kepada sang raja rimba nan tidak jadi memakannya

Beberapa hari sejak kejadian itu, seperti biasa singa sang raja rimba pergi berkeliling. Pada suatu saat, tiba-tiba dia terjebak dalam jerat pemburu. Dia berjuang mati-matian untuk membebaskan diri.

Namun semua usahanya tidak menunjukan hasil, dia hanya menemukan dirinya apalagi lebih terjerat kuat dalam jaring tali pemburu. Dia meraung dalam kemarahan dan ketidakberdayaan.

Seluruh rimba mulai gemetar lantaran bunyi mengerikan dan setiap hewan mendengar teriakan sang raja hutan. Si tikus pun mendengarnya.

"Penguasa rimba dalam kesulitan," pikir tikus.

"Ini adalah kesempatan saya untuk bisa membantu dia sekarang," lanjutnya. 

Berpikir demikian, si tikus berlari secepat nan dia bisa menuju tempat di mana bunyi itu berasal. Segera dia menemukan singa terperangkap dalam jerat pemburu.

"Jangan bergerak, nan Mulia, saya bakal memotong tali Anda dan Anda bakal segera bebas," cicit si tikus.

Tanpa membuang waktu, dia mulai menggigit tali dengan gigi kecilnya nan tajam. Segera singa itu terbebas.

"Saya tidak percaya menyangka bahwa apalagi Anda bisa membantu saya. Selama ini saya salah," kata singa rendah hati. Akhirnya dua makhluk itu menjadi sahabat terbaik mulai hari itu.

8. Cerita pendek Anak Rajin dan Pohon Pengetahuan

Cerita pendek Anak Rajin dan Pohon Pengetahuan merupakan kisah inspiratif tentang semangat belajar dan rasa mau tahu. Cerita penuh nilai edukatif ini diambil dari kitab Untaian Cerita Anak karya Laily Nurmalia, M.Pd., dkk., ditulis oleh Rismawati Rufaidah.

Pada suatu hari, hiduplah seorang anak nan giat belajar. Arka namanya. Usianya 8 tahun. Sehari-hari dia bertani dan juga mencari kayu bakar di hutan. Hidupnya sebatang kara. Arka sangat giat membaca. Semua kitab lenyap dibaca semuanya.

Ia kangen bakal pengetahuan. Suatu hari dia tersesat di hutan. Hari sudah mulai gelap. Akhirnya Arka memutuskan untuk bermalam di hutan. Ia bersandar di bawah pohon dan tertidur. Dalam tidurnya, samar-samar Arka mendengar bunyi memanggilnya.

Mula-mula dia berpikir itu mungkin hanya mimpi. Namun, di saat dia terbangun, bunyi itu tetap memanggilnya. "Anak muda, bangunlah! Siapakah engkau? Mengapa kau ada disini ?".

Arka sangat bingung. Dari mana bunyi itu berasal? Ia mencoba memandang sekeliling.

"Aku pohon nan kau sandari!" ujar bunyi itu lagi.

Seketika Arka menengok. Alangkah terkejutnya ia! Pohon yang disandarinya mempunyai wajah di batangnya.

"Jangan takut! Aku bukan makhluk jahat. Alif pohon pengetahuan. Nah, perkenalkan dirimu," ujar pohon lagi lembut.

" Aku Arka. Pencari kayu bakar. Aku tersesat, jadi terpaksa bermalam disini," Arka takut-takut.

"Nak, apakah kau tertarik pada pengetahuan pengetahuan?. Apa kau bisa menyebut kegunaannya bagimu?" tanya pohon itu.

"Oh yaya, saya sangat tertarik pada pengetahuan pengetahuan. Aku jadi tahu banyak hal. Aku tak mudah dibodohi dan pengetahuanku kelak bakal sangat berfaedah bagi siapa saja," ucap Arka.

"Sayangnya, sumber pengetahuan di desaku banget sedikit. Sedangkan jika kudu ke kota bakal memerlukan biaya nan besar. Aku mau sekali menambah ilmuku tapi tak tahu gimana caranya," lanjutnya.

"Dengarlah, Nak. Aku adalah pohon pengetahuan. Banyak sekali orang mencaraiku, namun tak sukses menemukan. Hanya orang nan berbudi pekerti bersih dan betul-betul yang akan menemukanku," katanya. 

"Kau telah lolos dari persyaratan itu. Aku bakal mengajarimu beragam pengetahuan. Bersediakah kau?" tanya si pohon lagi.

Mengdengar itu Arka sangat gembira. Sejak pada hari itu Arka belajar pada pohon pengetahuan. Hari-hari telah berlalu dengan cepat. Arka tumbuh menjadi pemuda nan tampan.

Pengetahuannya banget luas. Pada suatu hari pohon itu berkata:

"Arka, sekarang pergilah mengembara. Carilah pengalaman nan banyak. Gunakanlah pengetahuan nan kau miliki untuk membantumu. Jika ada kesulitan, kau boleh datang padaku lagi," ujarnya.

Arka pun mengembara ke desa. Ia memakai pengetahuannya untuk membantu orang. Memperbaiki irigasi, mengajar anak-anak membaca dan menulis. Akhirnya Arka tiba di ibu kota.

Di sana dia mengikuti ujian negara. Arka sukses lulus dengan ranking terbaik sepanjang masa. Raja sangat kagum dengan kepintarannya.

Namun, ada pejabat nan lama iri terhadapnya, pejabat Iyan tidak senang Arka mendapat perhatian lebih dari raja. Maka dia mencari rencana agar Arka terlihat bodo di hadapan raja.

"Tuan, Arka. Hamba mau mengusulkan pertanyaan. Anda kudu menjawab sekarang juga di hadapan Baginda," kata pejabat Iyan.

"Silahkan Tuan Iyan." Hamba siap mendengarkan," Tanya Arka.

"Berapakah ukuran tinggi badan saya?" tanyanya.

"Kalau hamba tak salah, tinggi badan Anda sama panjang dengan ujung jari Anda nan kiri sampai ujung jari Anda nan kanan jika dirintangkan," jawab Arka tersenyum.

Pejabat Iyan dan raja tidak percaya. Mereka menyuruh seseorang mengukurnya. Ternyata jawabannya benar. Raja kagum dibuatnya. Pejabat Iyan sangat kesal, namun dia tetap belum menyerah.

"Tuan Arka. Buatlah api tanpa menggunakan pemantik api," katanya.

Dengan tenang Arka mengeluarkan kaca cembung. Lalu mengumpulakan setumpuk kayu kering. Ia membikin api. Menggunakan kaca nan dipantulkan ke sinar matahari. Tak lama kemudian kayu kering itupun terbakar api. Raja semakin kagum. Sementara pejabat Iyan semakin kesal.

"Luar biasa! Baiklah! Aku punya satu pertanyaan untukmu. Aku pernah mendengar tentang pohon pengetahuan. Jika pengetahuanmu luas, kau pasti tahu diman letak pohon tersebut. Bawalah saya ke sana," ujar Raja.

Arka ragu. Setelah berpikir sejenak, "Hamba tahu, Baginda. Tapi tidak boleh sembarangan orang boleh menemuinya. Sebenarnya pohon itu adalah pembimbing hamba.Hamba bersedia mengantarkan Baginda. Tapi kita pergi hanya berdua saja dengan berpakaian rakyat biasa. Setelah berjumpa dengannya. Berjanjilah Baginda takkan menunjukkan ke siapapun," ujar Arka serius.

Raja menyanggupi. Setelah menempuh perjalanan yanga sangat jauh, sampailah mereka di tujuan. "Salam, Baginda.

Ada keperluan hingga Baginda datang menemui hamba?" sapa pohon dengan tenang.

"Aku mau menjadi muridmu juga. Aku mau menjadi raja nan paling bijaksana," kata raja kepada pohon pengetahuan.

"Kamu sudah cukup bijaksana. Dengarkanlah bunyi hati rakyat. Pahamilah emosi mereka. Lakukan nan terbaik untuk rakyatmu. Janganlah mudah berprasangka. Selebihnya muridku akan membantumu. Waktuku sudah nyaris habis. Sayang sekali pertemuan kita begitu singkat," Tiba-tiba Iyan menyeruak berbareng sejumlah pasukan.

"Kau kudu ajarkan aku,". Teriaknya pada pohon pengetahuan.

"Tidak bisa. Kau punya hati nan bersih," jawab pohon itu membikin Iyan kesal.

Ia memerintahkan pasukannya untuk membakar pohon pengetahuan. Raja dan Arka berupaya menghalaunya, namun mereka kewalahan. Walau sukses menghancurkan pohon pengetahuan, Iyan dan pengikutnya tak luput dari hukuman.

Mereka tiba-tiba tersambar petir hingga tewas. Sebelum meninggal, pohon pengetahuan memberikan Arka buku. Dengan kitab ini Arka semakin bijaksana. Bertahun-tahun kemudian, Raja mengangkat Arka menjadi raja baru.

9. Cerita pendek Si Kancil nan Sombong

Cerita pendek Si Kancil nan Sombong mengajarkan pentingnya rendah hati dan tidak meremehkan orang lain. Kisah sarat pesan moral ini diambil dari buku Jejak Cerita Tinta Emas, karya Laily Nurmala.

Pada suatu hari hiduplah seekor gajah nan berjulukan Lulu.ia hidup berbareng kakaknya nan berjulukan Lili. Lulu sejak lahir sudah mempunyai kecacatan pada belalainya.

Mereka hidup berdua sejak Lulu dan Lala tetap kecil, lantaran ibu dan ayahnya sudah meninggal akibat pemburuan liar sejak 6 tahun lalu. Semenjak ibu dan bapaknya Lulu dan Lili meninggal, Lulu suka menyendiri dan tidak suka banyak bicara.

Pada suatu hari Lulu hendak pergi untuk berjalan-jalan dan memandang di sekeliling hutan. Lulu pun segera meminta izin kepada kakaknya Lili. Setelah meminta izin kepada kakaknya, Lulu pun bergegas pergi.

Saat di pertengahan jalan, Lulu pun terdiam dengan wajah nan sedih. Lulu terkenang bakal kematian ayah dan ibunya, lantaran Lulu meliat tempat kejadian ibu dan ayahnya meninggal akibat ulah manusia.

Akhirnya Lulu pun menangis ditempat itu. Tiba-tiba datang lah seekor tupai nan memandang Lulu sedang menangis, lampau tupai pun bertanya kepada Lulu "Hay Lulu kenapa Anda menangis?" tanya tupai.

Dan Lulu pun menghiraukan pertanyaan tupai. Lalu tupai pun mendekati Lulu dan mengelus tubuh Lulu sembari bertanya kembali "Kamu kenapa lu? Coba cerita sama aku, siapa tau saya bisa bantu kamu".

Akhirnya Lulu pun menjawab pertanyaan si tupai "Aku terkenang bakal kematian ibu dan ayahku di tempat ini," jawab Lulu.

Tupai pun berbincang sembari mengelus tubuh Lulu.

"Aku tau gimana emosi Anda di tinggal ayah ibu di saat Anda tetap kecil, tapi Anda jangan berduka terus sampai kapan Anda mau seperti ini? Kamu kudu mengikhlaskan kepergian ibu dan ayah kamu," tupai pun terus menasehati Lulu.

Setelah itu Lulu pun kembali tersenyum, dan mereka akhirnya berjalan-jalan menelusuri hutan. Setelah mereka main berbareng menelusuri hutan, akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing lantaran mentari mulai terbenam.

Keesokan harinya Lulu kembali meminta izin kepada kakaknya untuk mencari makan di hutan, lampau Lulu pun bergegas pergi. Pada saat di perjalanan iya berjumpa dengan seekor burung.

Lalu Lulu pun menegur burung itu "Hey burung Anda sedang apa di atas pohon itu?". Burung pun menjawab "Aku sedang mencari makan. Kalau Anda mau kemana Lulu?".

"Aku juga sedang mencari makan di sekitar sini," jawab Lulu.

"Kakak Anda kemana Lulu,ko akhir-akhir ini saya jarang memandang kakak kamu," tanya burung.

"Ada ko, kakak saya ada di rumah dia lagi sakit lantaran lusa kemarin kakinya tertimpah batu, makannya saya mencari makan sendiri," jawab Lulu.

Lalu, Lulu pun berbincang kepada burung "Hey burung! Aku lanjut jalan dulu yahh".

Diperjalanan lagi dia berjumpa dengan seekor kancil, seekor hewan nan dikenal sangat angkuh. Lulu pun mencoba menegurnya "Hey kancil" tetepi kancil menghiraukan Lulu dan bertatap sini kepada Lulu, dan Si Kancil pun pergi.

Lulu pun pulang setelah mencari makan. Setibanya di rumah, Lulu memandang kakaknya nan sedang merintih lantaran kesakitan, akibat tertimpa batu lusa kemarin.

Lulu pun merasa iba kepada kakak nya akhirnya Lulu pun pergi ke rimba untuk mencari dedaunan untuk mengobati kaki kakaknya nan sakit. Pada saat di perjalanan Lulu kebingungan lantaran dia tidak tahu daun apa nan bisa untuk mengobati kaki kakaknya itu.

Dan muncullah seekor ular, ular pun menghampiri Lulu lantaran memandang wajah Lulu nan sedang kebingungan. Lalu ular pun bertanya kepada Lulu, "Lulu Anda sedang apa di situ?"

"Iya ular saat ini saya sedang bingung, saya mau mencari daun nan bisa mengobati kaki kakak ku,tapi saya tidak tau daun apa itu. Apa Anda tau?" tanya Lulu.

"Memangnya kaki kakak Anda kenapa? Aku tau ada di mana daun itu," jawab ular.

"Kaki kakakku lusa kemarin tertimpa batu, serius Anda tau? Apakah Anda bisa tolong saya antarkan ke daun obat itu?" tanya Lulu.

"Aku bisa saja menghantarkan kamu, tapi ada syaratnya," ujar ular.

"Apa itu syaratnya?" tanya Lulu.

"Syaratnya Anda kudu mencari makanan untuk aku. Aku lapar, apa Anda bisa menuruti persyaratan aku?" kata ular.

"Baiklah saya bakal mencarikan makanan untuk kau," jawab Lulu.

Lalu Lulu pun mencari makan untuk ular setelah mendapatkan makanan untuk ular Lulu pun bergegas pergi untuk memberi makanan tersebut ke ular. Setelah ular makan, akhirnya ular menghantarkan Lulu ke tempat daun obat itu berada.

"Nah, Lulu ini dia daun obat untuk mengobati kaki kakak kamu," kata ular.

"Wahh, terima kasih ya ular Anda sudah menolong ku," jawab Lulu.

"Kamu kan sudah dapat daun nan Anda mau sekarang saya pergi dulu ya," kata ular.

"Baiklah ular sekali lagi terima kasih ya," lampau ular pun pergi.

Setibanya di rumah, Lulu pun langsung mengobati luka kaki nan ada di kaki kakaknya. Setelah mengobati luka nan ada di kaki kakaknya, Lulu dan kakaknya tidur.

Pada saat pagi hari tiba-tiba tupai pun datang ke rumah Lulu untuk membujuk bermain Lulu, akhirnya Lulu pun main berbareng tupai dan pada saat di perjalanan lagi-lagi Lulu berjumpa kembali dengan kancil.

Tapi, sepertinya kali ini kancil sudah sangat muak dengan keberadaannya kancil pun mulai menghina Lulu.

"Hey gajah jelek kenapa kau selalu muncul di hadapanku saya sudah sangat muak dengan keberadaanmu terlebih, pemandangan belalaimu nan jelek itu membikin hariku tampak jelek melihatmu. Lebih baik sekarang kau pergi dari hadapanku," kata kancil.

Tanpa pikir panjang dengan muka sedih Lulu pun bergegas pulang meninggalkan tupai. Setibanya di rumah kakaknya si Lili memandang wajah Lulu nan sedih dan Lili pun menghampiri Lulu, "Kamu kenapa? Ko wajahmu terlihat sangat sedih."

Akhirnya Lulu pun menceritakan kepada kakak nya apa nan sudah terjadi hari ini. Setelah menceritakan semuanya kepada kakaknya lampau Lili pun menasehati Lulu

"Kau tahu banyak sekali nan menyayangimu dan menerima segala kekuranganmu kenapa kau kudu terlena dalam kesedihan ini. Hanya lantaran sebuah perkataan nan tak berfaedah bagimu. Kau tahu, kakak disini selalu bersamamu. Setiap kekurangan pasti ada kelebihan, kau selalu baik kepada siapa pun, kau selalu berbaur kepada siapa pun tanpa memandang sebelah mata sedikit pun jadi, tak sepantasnya kau sedih hanya sebuah perkataan itu kakak selalu si sini bersamamu sayang," ujar sang kakak.

Lalu Lulu pun menatap bahagian ke wajah kakaknya setelah itu Lulu pun lebih percaya diri. Keesokan harinya Lulu pergi ke rimba untuk mencari makan kembali.

Saat dalam perjalanan, Lulu mendengar bunyi tembakan. Ia langsung terdiam dan memandang sekeliling. Dari kejauhan, rupanya sedang terjadi pemburuan liar. Lulu pun ketakutan dan segera lari pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Lulu menceritakan kejadian itu kepada kakaknya, Lili. Mendengar cerita itu, Lili ikut ketakutan dan memilih tidak keluar rumah seharian.

Keesokan harinya, Lulu kembali berjalan-jalan ke rimba untuk memandang keadaan sekitar. Di perjalanan, dia berjumpa banyak hewan nan tetap ketakutan akibat pemburuan liar kemarin.

Salah satunya, Lulu berjumpa dengan seekor tupai. Lulu pun menegurnya, "Hey, Tupai, gimana kabarmu?".

"Aku baik-baik saja. Tapi, kau tahu telah terjadi pemburuan kemarin? Aku tetap takut. Kau tidak takut jalan seorang diri?" kata tupai dengan bunyi cemas.

"Tidak usah takut, Tupai. Mau sampai kapan kau seperti ini? Kita kudu tetap menjalani aktivitas kita," ujar Lulu menenangkan.

"Aku lanjut jalan dulu ya," tambahnya. Tupai pun ikut pergi sembari tersenyum.

Saat dalam perjalanan, Lulu berjumpa dengan kancil nan sedang terkapar di tanah dan merintih kesakitan. Lulu pun langsung menghampirinya.

"Kancil, Anda kenapa?" tanya Lulu cemas.

Ia memandang kaki si kancil bergelimang darah. Lulu pun segera menolongnya dan mulai mengobati kaki kancil nan rupanya terkena tembakan.

Setelah diobati, kondisi kaki kancil berangsur-angsur membaik. Namun, dia tetap belum bisa berjalan. Dengan wajah sedih, kancil berkata, "Lulu, terima kasih. Kamu sudah menolongku. Kalau tidak ada kamu, mungkin saya sudah meninggal di tengah hutan".

Ia melanjutkan, "Aku juga mau minta maaf atas perbuatanku selama ini. Maukah Anda memaafkanku, dan maukah Anda menjadi temanku?".

Lulu tersenyum lampau menjawab, "Kancil, tidak usah membahas masalah kemarin, ya. Aku sudah memaafkanmu. Tentu saja saya mau berkawan baik". Sejak saat itu, mereka pun senang bermain bersama.

10. Cerita pendek Es Krim dari Sampah

Cerita pendek Es Krim dari Sampah merupakan kisah anak-anak bertema lingkungan nan dikemas secara kocak dan menarik. Cerita ini diambil dari kitab Kumpulan Cerita Anak: Es Krim dari Sampah dan Cerita Lucu Lainnya! (2014) karya Tethy Ezokanzo dan Mantox Studio.

Sore itu, Pompom dan teman-teman bermain bola di taman. Mereka berlari, melompat dan menangkap bola dengan lincah.

"Hosh... hosh... hosh... capek," Pompom membungkuk memegang lutut.

"Istirahat dulu, yuk!" ajak Ditdot sembari mengeluarkan botol minum.

"Ahhh, saya lupa membawa minum," ujar Pompom.

"Minum punyaku saja," tawar Ditdot.

"Mhh... asyiknya jika makan es krim," gumam Pompom sembari minum. Tapi duit Pompom sudah habis, dia hanya bisa membayangkan segarnya es krim.

"Kita main lagi, yuk!" Ditdot berdiri sembari menepuk Pompom.

"Ayo Pom, lempar bolanya! Hei, melamun, ya," tegur Moni.

Pompom terdiam. Pandangan matanya tertuju pada Pak Krebi nan mengorek-ngorek tong sampah.

"Kasihan Pak Krebi mencari makanan di sampah," kata Pompom.

"Pak Krebi sedang memilah sampah, kok," sahut Moni terbahak.

"Untuk apa?" tanya Pompom heran.

Pompom segera menghampiri Pak Krebi. "Hai Pak Krebi! Bapak sedang cari apa?" tanya Pompom.

"Oh, ini!" Pak Krebi mengacungkan botol bekas. Lalu dia memasukkannya ke kantong penuh botol dan kaleng bekas.

"Ini dapat dijual, lho!" Pak Krebi menjawab keheranan Pompom.

"Mahal ya?" tanya Pompom.

"Harganya sih tidak seberapa, tapi botol ini kelak bisa didaur ulang menjadi peralatan nan lebih berguna," jelas Pak Krebi.

"Selain itu, hitung-hitung untuk membersihkan taman dari sampah," mendengar penjelasan Pak Krebi, Pompom tertarik untuk ikut mencari botol. Pompom tergiur dengan duit hasil penjualan botol.

"Lumayan kan buat jajan es krim," pikir Pompom.

Pompok melonjak senang ketika menemukan kaleng di bawah pohon.

Dalam waktu singkat dia telah mengumpulkan banyak botol dan kaleng. Dari kolong bangku hingga semak-semak, ada saja botol berserakan.
"Lumayan kan?" seru Pak Krebi.

Setelah botol dan kaleng terkumpul, Pak Krebi membawanya ke tukang loak.

Di sana botol dan kaleng ditimbang lampau ditukar dengan uang. "Ayo kita jajan es krim!" Pak Krebi mengacungkan duit nan diterimanya.

Keinginan Pompom tercapai, makan es krim!

"Lezatnya...," gumam Pompom. "Padahal es krim kita ini dari sampah hahaha," kata Pak Krebi terbahak-bahak.

Pompom tertawa ceria menikmati jajanan dari hasil usahanya sendiri.

Esoknya, Pompom berkeinginan untuk mengumpulkan botol lebih banyak. Terbayang jumlah es krim nan bisa dibelinya. Pompom mencari ke sana kemari, tapi dia tak menemukan satu pun.

Pompom kemudian memandang Moni nan sedang duduk sembari membaca buku. Hei, di sebelah Moni ada botol minuman.

Pompom melonjak senang. "Moni, botol ini untukku saja ya," Pompom langsung meraih botol Moni.

"Eh botolnya tetap kupakai. Lumayan bisa diisi lagi," tolak Moni. Moni dan Pompom bentrok seru.

"Moni, botol minuman dalam bungkusan hanya boleh dipakai sekali saja," untunglah Pak Krebi melerai mereka.

"Kenapa?" tanya Moni heran.

"Kan sayang jika langsung dibuang. Aku bisa menggunakannya lagi".

"Karena rawan untuk kesehatan. Kalau mau menggunakannya lagi, carilah nan seperti punyaku ini," Pak Krebi menunjukkan botolnya.

Akhirnya Moni mengerti. Ia menyerahkan botolnya kepada Pompom.

Pompom senang menerimanya. Ia melanjutkan mencari botol bekas. Rupanya hari ini taman bersih dari sampah. Pompom hanya mendapat sedikit botol bekas. Ia pulang dengan langkah gontai.

Pompom sangat lelah. Sesampainya di rumah, dia langsung membuka lemari es mencari minuman dingin.

"Aha!" gumam Pompom riang. Dilihatnya ada banyak botol minuman. Ia mengambil semua botol itu lampau membuang isinya ke wastafel.

Untunglah Ibu segera muncul. "Astaga Pompom! Kenapa semua isinya dibuang?" jerit Ibu.

"Aku sedang mengumpulkan botol bekas," jawab Pompom polos.

"Tapi itu bukan bekaaas," Ibu berbicara dengan putus asa.

Pompom hanya tertunduk malu dan takut. "Pompom mau beli es krim."

Mata Ibu membelalak lebar, tak mengerti apa hubungannya dengan es krim? Hanya Pompom nan tahu. Pompom kan mau es krim dari sampah.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

Selengkapnya