Membuat anak mau mendengarkan ucapan orang tua tanpa drama memang menjadi tantangan tersendiri bagi Ayah dan Bunda. Terkadang, sudah acapkali diingatkan, anak tetap saja bersikap seolah tidak mendengar.
Namun tahukah Bunda, bahwa pilihan kata saat berbincang dengan anak rupanya berpengaruh besar pada respon mereka? Alih-alih membikin anak patuh, beberapa kalimat justru bisa memicu reaksi melindungi alias penolakan dari anak.
Hal ini diungkapkan oleh Reem Raouda, seorang master parenting sadar emosi nan telah mempelajari lebih dari 200 hubungan orang tua dan anak. Dalam tulisannya di laman CNBC, dia menyebut bahwa orang tua nan anak-anaknya mudah bekerja sama rupanya menghindari kalimat-kalimat tertentu nan dinilai “beracun”.
Nah, agar anak mau lebih terbuka dan mendengarkan, Bunda bisa mulai dengan menghindari lima kalimat berikut ini. Yuk, simak juga pengganti ucapannya nan lebih efektif dan penuh empati.
1. “Karena Mama bilang begitu.”
Kalimat ini membikin anak merasa tidak boleh bertanya alias menyampaikan pendapat. Menurut Reem, kalimat semacam ini hanya membikin anak menuruti perintah tanpa memahami argumen di baliknya. Anak pun merasa tidak dihargai dan seolah hanya disuruh-suruh saja.
Ubah dengan: "Mama ngerti Anda nggak setuju sama keputusan ini. Sekarang Mama jelaskan dulu, setelah itu kita lanjut, ya."
Menjelaskan argumen di kembali keputusan membikin anak merasa dimengerti dan lebih mau bekerja sama. Bunda tidak sedang berdebat, melainkan menunjukkan kepemimpinan nan tetap tegas namun menghargai emosi anak.
2. “Kalau enggak nurut, HP Anda Mama ambil!”
Ancaman semacam ini memang terlihat efektif sesaat, namun, kalimat bersuara ancaman justru bisa membikin anak merasa tertekan. Hal ini bisa memicu reaksi penolakan lantaran mereka merasa dikontrol, sehingga makin susah untuk diajak bekerja sama.
Ubah dengan: “Kalau Anda sudah siap untuk melakukan [perilaku nan diharapkan], kita bisa lanjutkan ke [aktivitas nan diinginkan].”
Masih melansir dari laman CNBC, pendekatan ini tetap mempertahankan batasan, namun memberi ruang bagi anak untuk memilih waktu nan tepat saat mereka siap mengikuti arahan. Bukan dengan ancaman, melainkan melalui komunikasi nan lebih positif dan membangun.
3. “Berhenti nangis, Anda kan enggak apa-apa.”
Kalimat ini sering kali dimaksudkan untuk menenangkan, tapi malah membikin anak merasa emosinya tidak valid. Akibatnya, anak bisa menutup diri alias susah percaya bahwa perasaannya penting.
Ubah dengan: “Mama lihat Anda lagi sedih banget. Ceritain ke Mama ya, kenapa?”
Dengan mengakui emosi anak, Bunda sedang memperkuat hubungan emosional dengannya. Anak nan merasa dimengerti condong lebih sigap tenang dan merasa nyaman berada di dekat orang tuanya.
4. “Berapa kali Mama kudu bilang?”
Kalimat ini mengandung frustrasi dan sering membikin anak merasa disalahkan. Padahal, argumen anak menolak bisa jadi lantaran mereka merasa kebingungan alias belum tahu langkah melakukannya.
Ubah dengan: “Mama sudah minta beberapa kali. Boleh bantu Mama pahami, bagian mana nan bikin Anda kesulitan?”
Reem menjelaskan bahwa pendekatan ini mendorong anak untuk berpikir berbareng dalam menemukan jalan keluar, bukan hanya konsentrasi pada siapa nan salah. Ini juga mengajarkan anak berpikir kritis dan mengenali kesulitannya sendiri.
5. “Kamu tahu ini salah, kenapa tetap dilakukan?”
Kalimat ini dapat terasa menghakimi dan membikin anak merasa malu. Dampaknya, anak bisa menjadi enggan berbincang terbuka alias apalagi membantah untuk memihak diri.
Ubah dengan: “Sepertinya ada sesuatu nan bikin Anda kesulitan jadi jenis terbaikmu sekarang. Ayo kita bicarakan.”
Kalimat pengganti ini menyampaikan bahwa Bunda percaya anak bisa lebih baik dan siap membantu, bukan menghakimi. Ini menciptakan ruang untuk refleksi dan pertumbuhan.
Rahasia agar anak mau mendengarkan
Kunci agar anak mau mendengarkan bukan pada kontrol, tapi pada suasana nan penuh rasa kondusif dan saling menghargai. Perubahan kata ini bukan hanya sekadar soal pilihan kata, tapi gambaran dari pendekatan pengasuhan nan lebih sadar dan empatik.
Ketika anak merasa dihargai, didengarkan, dan dilibatkan, kerja sama pun terjadi secara alami. Dan nan paling penting, mereka belajar mengenali emosi serta mengatur diri mereka sendiri dengan lebih sehat.
Nah, itu dia Bunda, lima kalimat nan sebaiknya dihindari dan alternatifnya nan lebih efektif. Semoga tulisan ini bisa membantu Bunda membangun komunikasi nan lebih sehat dan penuh kedekatan dengan si kecil, ya!
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)