Tahukah Bunda bahwa akibat demensia bisa terbentuk apalagi sejak anak usia dini? Ya, kondisi ini tak hanya bisa terjadi mulai pada lansia. Ketahui apa saja faktor-faktor pemicu utamanya dalam ulasan berikut ini, Bunda.
Dikutip dari Psy Post, sampai saat ini tetap banyak orang mengira demensia adalah akibat alami dari penuaan alias aspek keturunan.
Namun sebenarnya demensia bukan sekadar akibat penuaan saja. Diperkirakan hingga 45 persen kasus demensia berpotensi dicegah dengan mengurangi paparan terhadap aspek risiko. Hal ini mencakup style hidup tidak sehat seperti obesitas dan kurang olahraga.
Sebelumnya, kampanye pencegahan demensia umumnya ditargetkan pada usia paruh baya (40–60 tahun), lantaran ini adalah masa ketika banyak aspek akibat mulai memengaruhi kesehatan secara signifikan.
Namun, sekarang para peneliti beranggapan bahwa pencegahan sejak masa kanak-kanak, bisa memberikan hasil nan jauh lebih baik.
Mengapa kudu dimulai dari usia muda?
Saat ini, sudah semakin banyak bukti nan menunjukkan bahwa akar demensia bisa dimulai dari masa kanak-kanak. Paparan aspek akibat pada dasawarsa pertama kehidupan (atau apalagi saat dalam kandungan) juga dapat berimplikasi seumur hidup terhadap akibat demensia.
Untuk memahami alasannya, perlu diingat bahwa otak manusia melewati tiga periode utama dalam hidup ialah perkembangan di awal, periode stabilitas relatif di masa dewasa, dan penurunan (dalam beberapa fungsi) di usia tua.
Sebagian besar penelitian tentang demensia tentu berfokus pada perubahan nan mengenai dengan penurunan tersebut di kemudian hari.
Namun, semakin banyak bukti nan menunjukkan bahwa banyak perbedaan dalam struktur dan kegunaan otak nan mengenai dengan demensia pada lansia mungkin setidaknya sebagian telah ada sejak masa kanak-kanak.
Faktor akibat demensia pada masa muda
Berikut beberapa aspek akibat nan mungkin jadi pemicu munculnya demensia pada masa muda, termasuk anak-anak dan remaja:
1. Pola makan tidak sehat
Dikutip dari Dementia UK, kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, gula, dan makanan olahan meningkatkan akibat penyakit jantung dan obesitas, nan berangkaian erat dengan demensia.
Ya, obesitas juga dapat berkontribusi terhadap masalah demensia, sehingga krusial untuk mencapai alias mempertahankan indeks massa tubuh (IMT) nan sehat sejak kanak-kanak.
2. Diabetes nan tidak terkendali
Diabetes nan tidak terkendali dapat berujung pada kadar gula darah tinggi, nan kemudian bisa merusak pembuluh darah di otak.
3. Hipertensi dan penyakit jantung
Tekanan hipertensi dan kolesterol tinggi dapat merusak pembuluh darah di otak, mengganggu aliran darah, dan memicu kerusakan kognitif.
Jika kerusakan juga terjadi pada pembuluh darah di otak, alias jika aliran darah ke otak berkurang akibat kerusakan pembuluh darah di bagian tubuh lain, perihal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami demensia.
4. Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran nan tidak diobati bisa menyebabkan penurunan stimulasi otak, nan berakibat pada kegunaan memori dan keahlian berpikir.
5. Faktor genetik
Orang usia muda, termasuk anak-anak dan remaja, lebih mungkin mengalami demensia turunan nan disebabkan oleh mutasi genetik. nan paling umum adalah demensia frontotemporal familial, nan mencakup 30-40 persen dari semua kasus demensia frontotemporal dan seringkali memengaruhi banyak personil keluarga.
Jenis demensia turunan lainnya adalah penyakit Alzheimer familial dan CADASIL (bentuk demensia vaskular nan langka), tetapi kondisi ini jarang terjadi.
Meskipun wajar untuk cemas bakal perkembangan demensia jika ada kerabat nan mempunyai alias pernah mengalami kondisi tersebut, sebagian besar kasus demensia tidak diturunkan.
6. Cedera otak traumatik
Cedera kepala sedang hingga berat dapat meningkatkan akibat demensia, terutama jika terjadi berulang. Oleh karena itu, anak-anak dan remaja perlu terlindungi dari akibat tumbukan kepala, terutama dalam olahraga kontak.
7. Polusi udara
Ilustrasi Polusi Udara/Foto: Getty Images/iStockphoto/CreativaImages
Semakin banyak bukti nan menunjukkan bahwa paparan udara tercemar dan polusi udara, misalnya dari lampau lintas nan padat serta wilayah perkotaan, merupakan aspek akibat lingkungan untuk demensia.
8. Isolasi sosial
Mereka nan kesenyapan alias terisolasi secara sosial condong melakukan lebih sedikit aktivitas fisik, minim stimulasi, dan lebih mungkin mengalami depresi, nan mengenai dengan demensia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa orang nan terisolasi secara sosial juga condong mengalami perubahan pada otak, terutama area krusial untuk belajar dan berpikir.
9. Depresi
Depresi kronis, terutama jika tidak diobati, berasosiasi dengan peningkatan akibat demensia dua kali lipat.
Depresi mempunyai indikasi nan mirip dengan tahap awal demensia, seperti kesulitan berkonsentrasi, nan dapat memengaruhi daya ingat.
Ada kemungkinan bahwa beberapa orang nan didiagnosis depresi nan kemudian mengalami demensia, sebenarnya menunjukkan indikasi demensia awal nan tidak terdiagnosis.
10. Kurang tidur
Ada beberapa bukti nan menunjukkan bahwa kurang tidur mungkin merupakan aspek akibat demensia.
Alasannya, kurang tidur dan kualitas tidur nan jelek dapat menyebabkan penumpukan protein nan disebut amiloid di otak, nan dapat meningkatkan akibat demensia.
Pastikan anak mempunyai pola hidup sehat dan rutin konsultasi ke master untuk memantau tumbuh kembangnya ya, Bunda.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)